Friday, June 29, 2007

Keluarga dan Kebangkitan Bangsa

Nurul Huda Haem

Tanggal 29 Juni ini, Indonesia memperingati Hari Keluarga Nasional atau Harganas. Puncak kegiatan dipusatkan di Ambon, Maluku.

Momen ini menjadi kesempatan penting untuk merefleksi sekaligus revitalisasi bangsa menuju kebangkitan. Kita sudah lelah mendengar ungkapan keterpurukan. Kejatuhan bangsa diibaratkan karnaval ketragisan dalam berbagai lini; politik, ekonomi, sosial, budaya, dan akhlak bangsa.

Informasi tentang perilaku anak bangsa yang cenderung destruktif kian menampilkan gejala dehumanisme. Dan, mereka kadang bangga saat perilaku negatifnya disiarkan media televisi.

Kriminalitas dalam keluarga, seperti kekerasan dalam rumah tangga, kezaliman suami kepada istri atau orangtua kepada anak, menambah panjang daftar kekerasan yang masuk wilayah paling dirindukan, rumah.

Mulai dari keluarga

Hari Keluarga Nasional yang diperingati hari ini menjadi ajang reflektif bagi semua komponen bangsa. Boleh jadi, kejatuhan negeri ini merupakan akumulasi erosi ketangguhan keluarga. Pepatah Arab mengatakan, "Keluarga adalah tiang negara, maju mundurnya negara tergantung keluarganya". Maka, jika sebuah keluarga, yang notabene miniatur sebuah bangsa, terdiri dari pribadi-pribadi yang bermental rusak dan berkarakter korup, saat mereka berkesempatan memimpin bangsa ini dapat dipastikan mental kepemimpinannya juga rusak dan korup.

Karena itu, pembangunan karakter bangsa harus dimulai dari keluarga. Banyak agenda harus diselesaikan, di antaranya masalah kesejahteraan keluarga yang biasanya akan berujung kepada ketangguhan dalam menghadapi berbagai ujian hidup. Belum lagi lemahnya mental mempertahankan keutuhan keluarga dengan maraknya kasus kawin- cerai, perselingkuhan, poligami, dan pernikahan tanpa ikatan sah (illegal wedding).

Pernikahan tanpa ikatan sah tidak hanya berbicara pada bentuk keabsahan pernikahan, tetapi pada ekses yang diakibatkan. Lemahnya legalitas hukum dari perkawinan tidak tercatat, membuka celah lebar tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan korban terbanyak umumnya kaum perempuan dan anak-anak.

Tidak disangkal, keluarga berperan strategis, secara sosial, budaya, dan ekonomi. Interaksi antarinsan yang terjalin intens, memungkinkan pengawasan menuju kehidupan lebih baik. Jika sebuah bangsa kesulitan mengawasi penduduknya, pembangunan mental dan karakter harus dimulai dari keluarga.

Dalam keluarga ada banyak fungsi yang dijalankan, di antaranya fungsi pendidikan dan perlindungan. Riuhnya pembicaraan soal sekolah rumah (home schooling) merupakan isyarat munculnya gejolak kerinduan orang akan pendidikan khas keluarga. Maka, tepat jika sebutan "sekolah rumah" itu ditingkatkan menjadi sekolah keluarga atau family schooling. Dalam keluarga, program pendidikan tidak saja diarahkan kepada anak sebagai peserta didik, tetapi keterlibatan seluruh keluarga, terutama orangtua.

Selain itu, fungsi perlindungan dalam keluarga akan menumbuhkan atmosfer keamanan dan kenyamanan. Maka, sudah seharusnya tiap anggota keluarga merasakan suasana keluarga tanpa kezaliman.

Perlu diketahui, eskalasi KDRT mengalami kenaikan amat signifikan dari tahun ke tahun. Menurut data LSM Mitra Perempuan, jumlah kasus KDRT yang terdata pada tahun 2004 mencapai 14.802 kasus, meningkat 24 persen (21.207) pada 2005. Untuk itu, perlu disasari, kekerasan dalam rumah tangga akan membuat faktor keamanan dan kenyamanan menjadi hilang. Padahal, setiap agama mengajarkan konsep menumbuhkan nuansa surgawi dalam rumah tangga.

Akses keluarga super

Problematika keluarga memang kompleks, tetapi umunnya berasal dari sumber yang sama, sikap mental yang negatif.

Kejernihan hati dan kematangan berpikir merupakan instrumen utama dalam menata kehidupan keluarga sehingga saat konflik datang, keduanya akan membimbing kita untuk kembali pada tujuan dasar perkawinan. Setidaknya ada lima prinsip dasar untuk menuju keluarga super. Yaitu, spiritual values (nilai-nilai spiritual), uniqueness (keunikan yang menjadi kekhasan keluarga kita), powerful vision (visi yang kuat), enthusiastic (antusiasme yang tinggi, semangat baik dalam menyelesaikan masalah maupun mempertahankan keutuhan rumah tangga), responsibility (kemampuan merespons dan peduli terhadap keadaan sekitarnya).

Kelima prinsip ini menjadi fondasi kokoh menuju keluarga tangguh. Dan, keluarga tangguh adalah hak setiap orang di dunia Selamat memperingati Hari Keluarga Nasional.

Nurul Huda Haem Motivator Keluarga Indonesia; Penulis Buku Awas Illegal Wedding!

No comments:

Post a Comment