Yang Penting Bisa Sungkem !
Gema takbir, tahlil, dan tahmid sudah lewat dua hari.
Ketika sebagian besar masyarakat rela menerobos kemacetan, antri tiket berjam-jam, berdesak-desak, keluar ongkos lebih mahal, hanya untuk bisa mendengar dan melafaskan takbir, tahlil dan tahmid di kampung halaman, masih ada yang terpaksa pulang setelah lebaran berlalu. Meski, ada juga yang sengaja memilih mudik setelah lebaran dengan alasan lebih murah dan pertimbangan kenyamanan.
Meski arus balik sudah mulai terlihat Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (15/10). Namun, Halifah (42) salah satu penumpang KM Sirimau, justru baru mau mudik ke Bangka.
"Malam takbiran terasa sepi, karena biasanya kami berkumpul dengan keluarga besar. Uwaknya anak-anak juga sedih karena tidak bisa berkumpul saat lebaran," tutur Halifah (42),
"Tapi ada untungnya juga mudik sekarang karena kapal kosong, jadi bisa milih tempat yang nyaman. Selain itu, tiket juga mudah didapat," lanjut Halifah (42) yang tadinya berharap bisa mudik sebelum Lebaran. Namun terpaksa menundanya karena kehabisan tiket KM Labobar yang berangkat tanggal 11 Oktober. "Sebenarnya masih banyak tiket ke Bangka untuk tanggal 8 Oktober. Tapi tidak saya ambil karena baru libur tanggal 11 Oktober," katanya.
Terbatasnya liburan membuat Karyawati PT Leading Garment itu tidak bisa tinggal lama di Bangka. Ia dan keluarganya harus sudah ada di Bandung tanggal 21 Oktober, karena tanggal 22 Oktober nanti anak-anaknya sudah harus masuk sekolah.
Batasan waktu ini tidak berlaku bagi Efi (39). Ibu rumah tangga itu mudik bersama suaminya, seorang wiraswastawan bernama Hary (42). Ia memilih mudik setelah lebaran karena ingin menghadiri pernikahan salah satu adiknya tanggal 27 Oktober. "Jadi suasana Lebaran masih ada, dapat pestanya juga," katanya.
Selain itu, Efi mengaku malas mudik berbarengan dengan arus mudik. "Kalau mudik sebelum lebaran, pasti rame banget. Dan kebetulan jadwal KM Sirimau bulan ini tanggal 15 dan 27, jadi pas. Kalau mudik sekarang 'kan kapal sudah sepi, tiket juga masih banyak, nggak perlu pesen jauh-jauh hari," jelas Efi yang berencana kembali ke Bandung akhir Oktober nanti.
Alasan yang sama diungkapkan Shinta (25). Demi keamanan dan kenyamanan ia memilih untuk mudik ke Yogyakarta Kamis, (18/10) depan dengan menumpang KA Argolawu dan kembali ke Jakarta dengan pesawat Minggu, 21 Oktober. Untuk itu, karyawati Bank Danamon itu mengambil tiga hari cuti.
"Mudik setelah lebaran rasanya lebih aman dan nyaman. Tidak perlu berdesak-desakan di kereta. Lagipula tiket lebih murah karena tidak perlu pakai calo," kata Shinta.
Tiket Murah
Sejumlah terminal di Jakarta pun, masih ramai didatangi pemudik. Mereka umumnya beralasan harga tiket yang jauh lebih murah, dan lebih nyaman.
"Biasanya kalau beli tiket di H-2 dan H-1 harga tiket tinggi sekali. Jadi nunggu habis Lebaran saja, agar harga tiket lebih murah," kata Alifin, pemudik tujuan Wonosobo, Jawa Tengah.
Sahrul, pemudik tujuan Pemalang, Jawa Tengah juga memiliki alasan yang sama dengan Alifin. Demi mendapat harga tiket paling murah, Sahrul, sengaja menginap di terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur sejak Minggu malam. Namun, hingga Senin (15/10) siang, tiket seharga Rp 70.000,- yang diharapkannya belum didapat.
"Biasanya tiket tujuan Pemalang itu cuma Rp 70.000. Sekarang, yang paling murah Rp 80.000," ujar Sahrul yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang parkir di Masjid Istiqlal Jakarta.
"Ditunggu turun, sekarang belum turun juga," lanjut Sahrul yang istrinya sudah ikut mudik bareng dengan Sido Muncul beberapa hari sebelum lebaran.
Dari data harga tiket di beberapa Perusahaan Otobus di terminal Pulo Gadung, sesudah H-1 harga tiket turun antara 20-30 persen.
Tiket Jakarta-Pamekasan, misalnya, turun dari Rp 335.000 saat H-1 menjadi Rp 255.000 sejak lebaran hingga kemarin. Tiket Jakarta-Madura yang pada H-2 seharga Rp 350.000, kemarin menjadi Rp 250.000. Penurunan tiket.
Lebaran di Bogor
Pasangan Nyemas Nurseni dan Purnawiran Polisi Udung Adiwijaya yang menetap di Bogor, ingin berlebaran dulu dengan tetangga dan kerabat yang ada di Jakarta.
"Ini mudik pertama setelah dua tahun enggak pulang ke Pontianak," ujar Nyemas yang berprofesi sebagai Kepala Sekolah SDN Panaragan 3 Bogor ini.
Pasangan yang akan merayakan ulang tahun perkawinan ke-36 ini mengaku merayakan lebaran di Pontianak jauh berbeda dengan di Jakarta. Bila di Jakarta kebiasaanya hanya merayakan lebaran dalam dua hari, di Pontianak bisa sampai seminggu. Oleh karena itu, meskipun tidak shalat ied di Pontianak, namun tidak akan terasa terlambat ketika tiba di kampungnya.,
"Kalau di Jakarta mah kan cuma salam-salaman bermaafan pas hari lebarannya saja sama tetangga dan saudara. Di pontianak itu harus ada kunjungan balasan, sehabis kita bermaafan ke rumah tetangga, terus mereka akan balik mengunjungi kita. Makanya silaturahminya enggak selesai-selesai (putus)," ujar Nyemas semangat.
Menurut Nyemas kebiasaan berlebaran seminggu di Pontianak ini merupakan tradisi yang terus berlangsung meski liburan tidak ditetapkan seminggu seperti sekarang.
"Dulu kalau liburannya pendek, ya kunjungan ke tetangganya disesuaikan dengan jam kantornya mereka. Setelah pada pulang kerja baru kita mulai lagi silaturahminya," kata Nyemas.
Lebaran tahun ini, Nyemas dan Udung mengaku membeli tiket pesawat dengan harga yang jauh di atas harga biasa. Per orangnya mereka harus mengeluarkan dana sebesar Rp 665.000, padahal pada hari biasa tiket ke Pontianak biasa dibeli seharaga Rp 350.000.
Bersama Nyemas, turut pula putri mereka Desi (29), dalam mudik lebaran kali ini. "Habisnya dia sudah lama tidak pernah mudik, jadi dibawa saja," ujar Udung yang kerap bergurau dengan istri dan anak-anaknya.
Desi, seorang manajer di Kawasan Industri Cikarang, mengaku lebaran kali ini sengaja mudik terlambat karena mengikuti keinginan kedua orang tuanya, selain itu kebetulan pula ia mendapat cuti hingga tanggal 21 Oktober mendatang.
Salah satu pemudik yang memutuskan untuk mudik pada H+1 misalnya Tari (20). Pekerja rumah tangga di perumahan Bumi Serpong Damai ini sengaja pulang ke kampung halamannya di Temanggung setelah Lebaran karena menunggu suasana sepi. "Kalau sebelumnya ramai banget, takut nggak kebagian tiket," tutur Tari yang ditemui di Terminal Bus Antarkota Antarpropinsi (AKAP) Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Senin (15/10).
Lain lagi dengan Tukini (42), seorang perawat orang tua (pramu rukti) di kawasan Pondok Indah yang mudik pada H+1 karena belum mendapat cuti dari majikannya. Keluarga tempatnya bekerja meminta Tukini untuk tetap tinggal saat Lebaran karena kondisi sangat repot.
Tukini yang merasa majikannya selama ini sudah berlaku sangat baik padanya, dengan senang hati menyanggupi hal itu. "Nggak papa, lha ibu sudah baik banget sama saya. Itu saya dibawakan makanan sama baju baru satu tas," kata Tukini sambil menunjuk tas berwarna merah muda ukuran 50 x 20 x 50 sentimeter.
Sebetulnya Tukini tidak berencana pulang hari ini. Ia mengira masih akan ditahan majikannya selama beberapa hari ke depan, tetapi hari ini ia diberi uang saku Rp 250.000 dan satu tas penuh berisi makanan kecil dan pakaian baru. Karenanya, tanpa ragu Tukini segera menuju Terminal Bus Lebak Bulus untuk membeli tiket bus Muncul kelas eksekutif jurusan Solo seharga Rp 250.000.
Berbeda dengan pemudik lain, Suroto (55) berencana pulang ke Madiun hari ini, Senin (15/10), karena sudah dua minggu penyakit asmanya kambuh. Begitu agak pulih, ia memutuskan untuk segera pulang. "Biar cepat-cepat dibuatkan jamu oleh ibu saya," ujarnya seraya berharap bisa mendapat ketenangan begitu sampai di Madiun.
Ia ingin cepat-cepat pulang agar bisa berlebaran dengan keluarganya. Sudah lima tahun ia seorang diri merayakan lebaran setelah istrinya menikah lagi dan pindah ke Manado. Baginya, terlambat tidak menjadi masalah, karena yang penting ia bisa berkumpul dengan orang tua dan kedua anaknya.
Selain itu, Suroto juga sengaja memilih pulang kampung pada H+1 karena harga tiket lebih murah daripada harga sebelum Lebaran. "Sebelum Lebaran saya coba lihat, harganya bisa sampai Rp 200.000," sahut Suroto.
Sejak pukul 09.00 pagi bapak ini menunggu di terminal seorang diri. Ia dibelikan tiket bus Madjoe Utama oleh pemuda yang tinggal di dekat tempat kerjanya di Pondok Pinang. Pemuda itu mengaku harga tiket bus Rp 150.000, padahal harga yang tertera di karcis Rp 102.940.
Seharusnya bus berangkat pukul 13.00, tetapi sampai pukul 16.00 Suroto belum beranjak dari tempat duduknya. "Dari tadi saya nunggu, tapi busnya belum datang juga," ujar Suroto lirih sambil merubah posisi duduknya karena nafasnya mulai sesak.
Ketika dikonfirmasi, loket perusahaan otobus (PO) Madjoe Utama ternyata sudah tutup, dan pengurusnya sudah pulang. PO lain pun turut membantu. Misalnya Bungaran, karyawan dari PO Nantungga yang menghubungi pihak PO Madjoe Utama. Setelah berhasil dihubungi, diputuskan untuk mengalihkan Suroto ke PO lain dengan jurusan yang sama.
PO Haryanto pun siap membantu. Namun bus yang tersisa adalah bus dengan kelas eksekutif. Bapak tua yang bekerja sebagai penjaga rumah itu pun menolak karena asmanya bisa kambuh jika memakai AC.
Makin banyak karyawan dari PO lain yang datang dan mencoba membantu. Arisman, pengurus PO Damri mencoba mengusulkan pada Suroto untuk kembali keesokan harinya saja dan naik bus yang sama pada jam yang sama. Setelah mempertimbangkan banyak hal, Suroto setuju untuk kembali lagi pada Selasa (16/10), yang berarti waktu mudiknya terulur lebih lama lagi.
Widuri (22), karyawan PO Madjoe Utama yang akhirnya datang menjelaskan bahwa petugas sudah memanggil-manggil para calon penumpang untuk naik bus. "Kami sudah nunggu sampai pukul 14.00, tetapi bapak itu belum naik ke bus juga. Daripada mengorbankan penumpang yang lain, maka bus segera kami berangkatkan. Saya nggak tahu kalau bapak itu masih ada di terminal," jelas Widuri.
Mereka yang Memilih Mudik Terlambat…
Bila sebagian besar penduduk Jakarta rela bersesak-sesakan, mengantre, dan bermacet-ria naik mobil pribadi, pesawat, kereta, atau pun kapal laut untuk mencapai kampungnya tepat sebelum lebaran, lain halnya dengan kisah pasangan guru dan purnawirawan berikut ini.
Senin (15/10), Terminal 1B Bandara Soekarno-Hatta tidak terlalu dipadati calon penumpang. Di salah satu bangku panjang yang merentang di tengah terminal itu terdapat pasangan suami-istri yang sedang bersenda gurau.
Di depan mereka tampak sebuah trolli yang berisikan dua buah kardus, koper dan dua tas travel. Sesaat bersenda gurau, sesat kemudian mereka terlibat dalam pembicaraan serius.
Desi bersama adiknya Melda, rencananya kan kembali lebih dulu pada Sabtu (20/10), sedangkan Nyemas dan Udung baru kembali pada Kamis (25/10). "Tikenya dapetnya begitu…jadinya ya dipisah-pisah saja. Lagian kan mereka harus sudah kembali bekerja dan kuliah pas hari Seninnya," ujar Udung.
Usaha Dagang dan Perkawinan
Sama halnya dengan keluarga Nyemas dan Udung, Erni (34), seorang pedagang busana muslim yang bertempat tinggal di Balikpapan juga memilih mudik terlambat. Erni bersama suami, ketiga anaknya dan adiknya ini hendak mudik menuju Solok, Padang, dengan menggunakan pesawat Air Asia.
"Sengaja mudiknya baru sekarang, habisnya kan ada barang dagangan," ujar Erni yang ditemui di Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta, Senin (15/10).
Menurut pengakuan Erni, dagangan busana muslimnya justru sedang laku-lakunya ketika mendekati lebaran. "Omzetnya bisa sampai lima juta, sayang kan kalau bela-belain mudik duluan hanya untuk merayakan lebaran," ujarnya.
Selain alasan tingginya keuntungan dari usaha dagangnya, Erni juga mengaku di Balikpapan ia tidak merantau sendirian. "Ada dua orang kakak saya yang juga tinggal di sana, adik juga ikut saya. Jadi lebaran bisa dirayain di sana juga. Paling kumpul keluarga dan bermaafan dengan lingkungan tetangga," kata Erni.
Selain kedua alasan di atas, momen mudik kali ini juga bertepatan dengan pernikahan adiknya yang rencananya akan dilangsungkan di Solok pada Kamis (25/10).
"Dari Balikpapan tidak ada yang rute langsung, transit ke Jakarta dulu, harga tiketnya juga sama," ujar Erni yang mengaku mengeluarkan uang sebesar Rp 1.080.000 untuk tiket satu kali jalan per orangnya.
Menurut Erni, harga tiketnya jauh lebih murah, yaitu hanya Rp 800.000 per orangnya. Meski begitu, tiket yang dibelinya sejak sebulan lalu ini menurutnya masih tinggi bila dibandingkan degnan harga biasa yang hanya Rp 700.000.
Rencananya Erni akan kembali ke Balikpapan Senin (29/10) mendatang. "Anak-anak juga harusnya sudah masuk sekolah Senin (22/10), tapi karena adiknya saya mau menikah ini makanya mereka bolos hingga tanggal 29 Oktober."(A02/A08/A10/A15)