Monday, November 19, 2007

Bangsa Indonesia Kehilangan Karakter dan Jati Diri


Palembang, Kompas - Bangsa Indonesia telah kehilangan karakter dan jati diri serta terancam perpecahan karena antarbudaya tidak pernah ada dialog yang majemuk. Oleh karena itu, dibutuhkan dialog antarbudaya agar setiap budaya saling mengenal dan saling belajar.

Demikian inti dari orasi budaya berjudul "Bhinneka Tunggal Ika sebagai Strategi Membangun Keindonesiaan" yang disampaikan Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, Sabtu (10/11) di rumah dinas gubernur Sumatera Selatan, dalam rangka ulang tahun Paguyuban Keluarga Jawa Sumatera (Pujasuma) yang pertama. Orasi budaya yang dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk oleh dalang Ki Enthus Susmono itu dihadiri ribuan warga Sumsel.

Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, setiap budaya mempunyai sisi baik dan buruk. Memadukan sisi baik dari setiap kebudayaan adalah jalan keluarnya. Sikap yang baik adalah tidak merasa rendah diri dan jangan terlalu sempit mengagungkan budaya sendiri.

"Belajar dari budaya orang lain dan gunakan untuk mengoreksi budaya sendiri. Giatkan dialog antarbudaya. Menghargai kemajemukan lebih bisa menjamin persatuan dan kesatuan," kata Sultan Hamengku Buwono X.

Dimanipulasi

Menurut Sultan Hamengku Buwono X, telah muncul gugatan terhadap sejarah karena konsep persatuan dan kesatuan telah dimanipulasi penguasa untuk melanggengkan kekuasaan. Namun, kini makna Bhinneka Tunggal Ika jangan dikeramatkan, tetapi diaktualisasikan sebagai semangat membangun keindonesiaan.

Sultan menuturkan, setiap kelompok budaya harus mengenal dan memberi dengan dialog antarbudaya. Setiap etnis bisa belajar dari etnis lainnya. .

"Pluralitas kita bagaikan mosaik yang indah dipandang. Dengan dialog antarbudaya, kita hidup lebih rukun dan juga sanggup melaksanakan rencana pembangunan," kata Sultan.

Bertepatan dengan Hari Pahlawan, Sultan mengingatkan pentingnya sejarah. Sultan mengatakan, bangsa yang melupakan sejarah adalah bangsa yang hilang dan rakyatnya tidak memiliki semangat perjuangan, mengingat sejarah bukan untuk hidup dari masa lalu, tetapi untuk memetik pelajaran dari masa lalu. "Kalau tidak, kita akan terpaksa mengulang sejarah," ujarnya. (WAD)

No comments:

Post a Comment