Wednesday, November 21, 2007

Biaya Kemacetan Lalu Lintas



Oleh : Teddy Lesmana

Peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI

Suasana lalu lintas di Jakarta akhir-akhir ini diwarnai oleh kemacetan yang semakin parah. Di sisi lain, berkembang opini dari banyak pihak yang mengatakan bahwa semakin buruknya kondisi lalu lintas di Jakarta dikarenakan adanya pembangunan koridor-koridor baru busway. Pertanyaannya selanjutnya, apakah memang benar kemacetan di Jakarta belakangan ini disebabkan oleh busway?

Dari survei dan penelitian berikut ini memperlihatkan bahwa jauh sebelum dibangunnya proyek busway, Jakarta memang sudah semakin sesak dipadati kendaraan bermotor yang tumbuh kian pesat dari tahun ke tahun. Survei Arterial Road System Development Study (ARSDS) pada tahun 1985 mencatat, sebanyak 13 juta perjalanan atau trip dilakukan warga Jakarta setiap hari. Kemudian survei Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) Fase 2 pada tahun 2002 mencatat peningkatan sekitar 30 persen, yakni menjadi sekitar 17 juta trip. Belum ditambah trip yang dilakukan para penglaju dari luar Jakarta.

Peningkatan ini jauh lebih besar daripada peningkatan penduduk Jakarta yang hanya sekitar 15 persen selama kurun waktu tersebut. Jumlah kendaraan pribadi yang lebih banyak dibanding kendaraan umum memperparah keruwetan transportasi di Jakarta. Perbandingan jumlah kendaraan pribadi dan kendaraan umum adalah 98 persen kendaraan pribadi dan 2 persen kendaraan umum. Padahal jumlah orang yang diangkut 2 persen kendaraan umum lebih banyak dari pada jumlah orang yang diangkut oleh 98 persen kendaraan pribadi. Dari total 17 juta orang yang melakukan perjalanan setiap hari, kendaraan pribadi hanya mengangkut sekitar 49,7 persen penumpang. Sedangkan 2 persen kendaraan umum harus mengangkut sekitar 50,3 persen penumpang.

Penelitian yang pernah dilakukan Japan International Corporation Agency (JICA) dan The Institute for Transportaion and Development Policy (ITDP) menunjukkan bahwa jika tidak ada pembenahan sistem transportasi umum, maka lalu lintas Jakarta akan mati pada tahun 2014. Perkiraan kematian lalu lintas Jakarta pada tahun 2014 itu didasarkan pada pertumbuhan kendaraan di Jakarta yang rata-rata per tahun mencapai 11 persen, sedangkan pertumbuhan panjang jalan tak mencapai 1 persen. Tercatat, setiap hari ada 138 pengajuan STNK baru yang berarti di setiap harinya Jakarta membutuhkan penambahan jalan sepanjang 800 meter.

Biaya tersembunyi
Kemacetan merupakan suatu indikasi di mana permintaan mendekati atau melebihi kapasitas desain infrastruktur transportasi. Ketika jumlah kendaraan yang melintasi suatu jalan mendekati kapasitas fisik fasilitas jalan yang ada, kecepatan berlalu lintas akan semakin lambat hingga merayap dan kemampuan keseluruhan perlintasan di jalan tersebut menjadi turun.

Dampak dari kemacetan adalah kerugian sosial yang diderita masyarakat lebih dari Rp 17,2 triliun per tahun akibat pemborosan nilai waktu dan biaya operasi kendaraan terutama bahan bakar. Belum lagi emisi gas buang diperkirakan sekitar 25 ribu ton per tahun. Bahkan, ada suatu perhitungan yang memperkirakan kerugian dari kemacetan lalu lintas ini mencapai Rp 43 triliun. Dampak pada tahap selanjutnya adalah menurunnya produktivitas ekonomi kota (bahkan negara) dan merosotnya kualitas hidup warga kota. Setidaknya ada dua 'subsidi' yang mendorong orang untuk mengendarai kendaraan pribadi dibanding menggunakan moda transportasi publik.

Pertama, jasa privat dalam hal ini mengendarai kendaraan pribadi dengan BBM bersubsidi yang dibayar oleh anggaran publik. Padahal setiap kenaikan harga minyak 1 dolar AS per barel, maka subsidi BBM akan naik sebesar Rp 3,15 triliun yang tentunya akan menggeser prioritas sektor publik yang dibutuhkan oleh masyarakat luas seperti pendidikan dan kesehatan. Kedua, biaya sosial yang tidak dibayar oleh para pengendara kendaraan pribadi. Pengendara hanya membayar biaya yang diperlukannya untuk mengoperasikan kendaraan, sementara biaya sosial seperti biaya atas polusi dan kemacetan lalu lintas tak dibayar oleh mereka.

Mencari solusi
Untuk mengurangi biaya ekonomi dan sosial yang timbul dari kemacetan lalu lintas, ada tiga pendekatan mendasar. Pertama, peningkatan kapasitas infrastruktur jalan raya dan transit. Kedua, memperbaiki manajemen penggunaan infrastruktur. Ketiga, pengenaan sistem harga yang harus dibayar untuk menggeser permintaan private driving, sehingga lalu lintas publik yang lebih penting untuk mengangkut penumpang secara massal dapat bergerak secara efektif sementara penggunaan kendaraan pribadi bisa digeser.

Menaikkan harga mengendarai mobil pribadi (private driving) sebagai bagian dari pergeseran pajak berbasis sumber daya akan menginternalisasikan biaya mengendarai kendaraan pribadi kepada masyarakat. Biaya-biaya ini mencakup biaya yang umum dikenal oleh masyarakat seperti waktu, energi, material, kesehatan, dan sebagainya, juga subsidi yang secara artifisial mengurangi harga mengendarai. Karena ketika para pengguna kendaraan bermotor tidak menanggung full cost, maka efek dari subsidi secara signifikan mengurangi biaya untuk menggunakan kendaraan pribadi jauh di bawah harga sebenarnya. Hal ini mendorong orang untuk lebih senang menggunakan kendaraan pribadi. Fenomena ini umum ditemui pada hampir semua produk atau jasa yang secara artifisial dihargai di bawah harga pasar (market price) yang sebenarnya.

Biaya-biaya sosial seperti turunnya kualitas udara yang timbul sebagai dampak dari kemacetan lalu lintas tidak akan hilang begitu saja hanya karena para pengendara kendaraan pribadi tidak membayarnya. Biaya sosial tersebut ditanggung oleh masyarakat secara keseluruhan termasuk mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Secara teoritis, jika biaya yang sebenarnya dari penggunaan kendaraan pribadi dapat ditentukan dengan mengkuantifisasi subsidi, harga akan dapat dinaikkan untuk merefleksikan biaya yang sebenarnya dari penggunaan kendaraan pribadi tersebut. Pada gilirannya hitungan ini akan memengaruhi pilihan-pilihan terhadap penggunaan moda transportasi publik melalui kekuatan-kekuatan pasar (market forces).

Teori yang melatarbelakangi analisis ini adalah jika biaya-biaya yang selama ini tak terlihat dari penggunaan kendaraan pribadi dapat nyata diperlihatkan dalam bentuk pajak atau mekanisme lain yang menaikkan harga terhadap pengguna kendaraan, dampak positifnya bakal terlihat. Kota yang lebih bersih dan hidup, penghematan konsumsi energi, dan berkurangnya emisi gas polutan udara yang menyebabkan pemanasan global, akan dapat diwujudkan.

Selain pengenaan disinsentif terhadap penggunaan kendaraan pribadi, penyadaran akan perlunya penghematan energi dengan merubah paradigma masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi berdasarkan fungsi ekonomis bukan hanya sekedar prestise status sosial. Sementara itu, sebagai kompensasi dari peningkatan pengenaan pajak atas kendaraan pribadi, kualitas dan kuantitas moda transportasi publik yang cepat, aman, dan nyaman harus disediakan oleh pemerintah.

Ikhtisar
- Peningkatan jumlah kendaraan pribadi di Jakarta telah membawa kerugian sosial maupun ekonomi yang tidak sedikit.
- Selama ini warga tidak melihat secara langsung nilai nominal kerugian tersebut, sehingga mereka belum menganggapnya sebagai kerugian.
- Pemerintah harus membuat hitungan nominal yang jelas, sehingga warga bisa melihat langsung kerugian dari penggunaan kendaraan pribadi.

No comments:

Post a Comment