Jasa Pelayanan Lebih Kreatif dan Variatif
Rabu, 2 April 2008 | 00:51 WIB
Jakarta, Kompas - Peran sekolah, walaupun belum tergantikan, kian tersaingi oleh maraknya lembaga bimbingan belajar. Lembaga bimbingan belajar kini semakin kreatif dan variatif dalam memberikan pelayanan kepada siswa serta memahami kebutuhan siswa.
Aspek yang belakangan semakin terlupakan di sekolah formal, seperti relasi antara guru dan siswa, bahkan mulai terpenuhi di lembaga bimbingan belajar.
Kian variatifnya pelayanan yang diberikan bimbingan belajar tak lepas dari kebijakan ujian nasional untuk SMP dan SMA serta ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) untuk sekolah dasar. Pihak bimbingan belajar mengambil peluang itu untuk memberikan jasa pelayanan membantu anak lulus ujian nasional dan UASBN serta kemudian mendapatkan sekolah favorit.
Selain layanan pendalaman materi dan pelatihan mengerjakan soal, Bimbingan Belajar Bintang Pelajar cabang Ahmad Dahlan, Jakarta, misalnya, menyediakan pula layanan bimbingan konseling. Siswa dapat bertemu guru konseling yang berlatar belakang pendidikan psikologi untuk membicarakan kesulitan belajarnya.
Sebelum masuk ke bimbingan belajar itu, siswa wajib mengikuti tes psikologi guna melihat minat dan bakat. Guru konseling di Bintang Pelajar, Hilman Budiawan, lulusan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa (1/4), mengatakan, tes psikologi tersebut dilakukan untuk melihat minat dan kecenderungan gaya belajar anak.
”Setiap anak punya gaya belajar yang berbeda. Kita juga harus memahaminya,” ujarnya. Relasi guru dan murid baik dan dekat karena satu kelas maksimal berisi lima anak dengan satu guru. Guru mengenal kebiasaan dan karakter peserta bimbingan belajar.
Peserta bimbingan belajar mendapatkan training motivasi, seminar pola asuh anak yang melibatkan orangtua peserta, fasilitas call to home atau laporan dari pihak bimbingan belajar ke orangtua satu bulan sekali, dan pengiriman pesan harian lewat telepon seluler bagi anak yang tidak datang atau sering telat masuk kelas. Ada pula Kegiatan Belajar Mengajar Shalat, yakni 15 menit untuk shalat secara bergantian.
Tidak cukup di sekolah
Satu paket bimbingan tiga mata pelajaran sebanyak tiga kali per minggu tingkat SD dan SMP selama satu tahun harganya sekitar Rp 6 juta. Sebagian besar dari mereka mendaftar saat tahun ajaran baru dimulai tahun lalu.
”Orangtua merasa tidak cukup dengan mengandalkan sekolah. Di sekolah, umumnya satu kelas berisi 25-45 anak sehingga dikhawatirkan persiapan anak tidak maksimal, terutama untuk menghadapi UASBN,” ujar Hilman.
Bimbingan Belajar Cendikia College di Jakarta juga mengadakan program persiapan ujian nasional bagi murid SMP, SMA, dan SMK. Di lembaga itu, jumlah murid dibatasi hanya 10 orang dalam satu kelas. Untuk persiapan ujian nasional, programnya tiga kali selama satu minggu, masing-masing berdurasi tiga jam. ”Biasanya ada pemberian materi dan pelatihan soal,” ujar tenaga staf administrasi Cendikia College, Novi Pawawanti.
Di samping itu, terdapat pelayanan Guru Jaga setiap hari yang dapat dimanfaatkan murid untuk bertanya, klinik belajar, konsultasi kesulitan belajar, dan laporan perkembangan akademik. Bimbingan belajar itu juga memberikan modul lengkap yang sistematis, kuis, tes formatif, dan evaluasi secara berkala. Biaya bimbingan selama enam bulan Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, sedangkan program setahun tarifnya Rp 4 juta hingga Rp 6 juta.
Bimbingan Belajar Primagama cabang Bendungan Hilir sejak tahun 2002 telah mempunyai program untuk murid SD, SMP, dan SMA. ”Umumnya orangtua memasukkan anaknya karena kesulitan menghadapi perubahan kurikulum dan mengantisipasi berbagai ujian yang dihadapi anak,” ujar tentor (semacam guru) Matematika yang tengah berjaga siang itu, Amni Herlina.
Dia mengatakan, bimbingan belajar mempunyai kelebihan karena ada pembatasan murid. Untuk program reguler, murid maksimal hanya boleh 20 anak satu kelas dan di program excellent hanya boleh 10 murid per kelas. ”Kalau kelebihan satu murid pun pasti akan dipecah kelas,” ujarnya.
Hubungan antara guru dan murid cukup dekat. Jumlah murid yang sedikit membuat guru mengenali para muridnya. Selain itu, terdapat program problem solving, tempat murid bertanya dengan leluasa seputar kesulitan belajarnya. (INE)
No comments:
Post a Comment