Konspirasi Negara Adidaya Itu Memang Ada
Senin, 8 September 2008 | 03:00 WIB Kompas
Selama ini, konspirasi negara adidaya dengan organisasi global hanya muncul sebagai tuduhan. Namun, konspirasi itu ternyata memang ada yang akibatnya menyengsarakan negara-negara miskin dan berkembang, dan yang lebih buruk lagi adalah menyengsarakan umat manusia.
Paling tidak, itulah pengakuan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari ketika menceritakan pengalamannya melawan konspirasi ketidakadilan sistem WHO dalam diskusi ”Perlunya Keberanian dan Keterbukaan untuk Mewujudkan Dunia yang Lebih Baik” di Universitas Paramadina di Jakarta, akhir pekan lalu.
Indonesia, sudah 63 tahun merdeka, mempunyai tanggung jawab untuk menyejahterakan rakyat. Tanggung jawab ini merupakan kewajiban negara. Selain itu, negara juga bertanggung jawab menegakkan citra bangsa di mata dunia. ”Kita bisa menguji pada diri sendiri apakah betul sudah merdeka, baik fisik maupun nonfisik, atau justru sekarang kita mengalami eksploitasi,” ujar Fadilah.
Paling tidak, itulah yang terjadi ketika Indonesia terserang virus flu burung. Musibah ini seakan-akan memberi hikmah kepada Indonesia.
”Saya merasakan adanya ketidakadilan, dan ini membuat saya protes ke WHO atas sistem yang tidak fair. Selama ini, kita disuruh mengirimkan virus ke WHO, tetapi ujung-ujungnya dikomersialkan. Ketika ditanya lebih lanjut kok bisa sampel virus itu berada di Los Alamos, tempat yang sama ketika senjata atom dibuat?” ujarnya.
Virus flu burung Indonesia, menurut Fadilah, merupakan virus dengan strain yang paling ganas di dunia.
”Mengapa kita diwajibkan setor ke WHO dan kita dapat apa? Ternyata kita ditawari vaksin, kalau tidak sanggup membeli, diberi pinjaman, yang harus dibayar nantinya. Inilah sistem dunia yang tidak adil yang saya lawan,” ujarnya.
Itulah sebabnya, Fadilah mengatakan, dirinya menghentikan pengiriman virus ke WHO sejak awal Januari 2007. Kemudian terjadilah serangkaian pertemuan yang dimulai dengan pertemuan pada 10 Februari 2007 dengan utusan WHO dan hasilnya deadlock. Bahkan, Indonesia lalu mengajukan resolusi 60 melawan Amerika Serikat, yang akhirnya bisa dimenangkan karena mendapat dukungan dari 122 negara Non-Blok. Belakangan, resolusi ini juga mendapat dukungan dari Rusia, Inggris, Jerman, dan Australia.
”Inilah bentuk konspirasi dalam mekanisme internasional yang menimbulkan ketidakadilan,” ujarnya.
Dengan menguasai teknologi, memiliki modal dan kemampuan, dianggap sah merampas hak sumber daya alam. ”Inilah pula yang menyebabkan negara miskin makin miskin, termasuk juga intellectual property rights, itu juga tidak menghargai sumber daya alam,” ujarnya.
Fadilah mengatakan bahwa sekarang sudah saatnya dunia harus berubah, Amerika juga berubah, dan dunia global yang hegemoni penuh eksploitasi harus diubah ke arah globalisasi yang penuh harmoni.
”Selama negara masih mengalami hegemoni, negara kuat menguasai negara yang lemah, kita akan selalu menghadapi dunia yang korup,” ujarnya. (MAM)
Monday, September 8, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment