Jakarta, Kompas - Keputusan Mahkamah Konstitusi yang memasukkan komponen gaji guru dalam anggaran pendidikan 20 persen disesalkan banyak kalangan. Dikhawatirkan, dengan berkurangnya anggaran dari negara, biaya pendidikan yang harus ditanggung masyarakat semakin mahal.
Demikian tanggapan anggota legislatif dan pendidik terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggaran pendidikan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Rusli Yunus mengatakan sangat kecewa dengan keputusan MK dan menyayangkan pengajuan permohonan tersebut oleh para pemohon yang juga seorang guru. ”Kepentingan bangsa dirugikan,” ujar Rusli Yunus, Kamis (21/2).
Pengamat pendidikan yang juga mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta (dulu IKIP Jakarta), Prof Winarno Surachmad, mengatakan, keputusan MK itu merupakan kemunduran besar yang dapat berujung kepada kehancuran. ”Itu jawaban yang salah bagi anak bangsa,” ujarnya.
Dia meyakini, perumus Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memasukkan angka 20 persen di luar gaji guru dan pendidikan kedinasan tentu mempunyai cara pandang lain dari cara MK sekarang menafsirkan.
”Dengan tidak dimasukkannya gaji guru, sebetulnya bukan berarti gaji guru tidak diperhatikan,” ujarnya.
Prof Said Hamid Hasan, pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, berpendapat, jika gaji guru ikut dimasukkan ke dalam 20 persen anggaran, bisa-bisa anggaran pendidikan itu habis untuk gaji guru.
”Apalagi, jumlah guru dan kesejahteraannya seharusnya terus ditingkatkan,” ujarnya.
Ia khawatir putusan itu justru akan menghambat amanah konstitusi lainnya, yaitu tentang pendidikan dasar gratis.
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan mengatakan, putusan itu merupakan sebuah kekalahan masyarakat atas perjuangan untuk memperoleh sekolah murah berkualitas. ”Keputusan tersebut merupakan sebuah musibah bagi dunia pendidikan,” ujarnya.
Anggaran terhambat
Secara terpisah, anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Wayan Koster, mengatakan, keputusan MK itu diperkirakan akan berdampak pada upaya percepatan kenaikan anggaran pendidikan.
”Kalau gaji dimasukkan, kenaikan anggaran bersifat semu saja karena sebagian besar terpakai untuk gaji pegawai. Semangatnya bukan sebatas besaran anggaran, tetapi peruntukannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” ujarnya.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, keputusan MK membuktikan betapa bangsa ini tidak punya niat untuk meningkatkan pelayanan pendidikan.
Menurut Mahfudz, semangat memberikan 20 persen anggaran pendidikan dengan tidak memasukkan komponen gaji guru, untuk memajukan pendidikan. Dengan dimasukkannya gaji guru ke dalam bagian dari angka 20 persen anggaran pendidikan sesuai dengan keputusan MK, hal itu bisa menghilangkan political will pemerintah/DPR untuk meningkatkan anggaran pendidikan. (INE/MAM/JON)
No comments:
Post a Comment