Kesalahan Penanganan TKW Dimapankan
Senin, 10 Maret 2008 | 00:47 WIB
Jakarta, Kompas - Sejak pengiriman tenaga kerja wanita atau TKW ke luar negeri dimulai sekitar 30 tahun lalu, hingga kini aspek perlindungannya masih lemah. Bahkan, sengaja atau tidak, pemerintah dinilai turut memapankan berbagai kesalahan penanganan yang merugikan mereka.
”Jujur saja, kehadiran pemerintah sangat minim. Soal informasi ketenagakerjaan di luar negeri, misalnya, TKW lebih banyak tahu dari calo dan sponsor daripada dari pemerintah,” kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat pada ”Kampanye Satu Tahun Pembenahan Sistem Perlindungan TKW/Buruh Migran” oleh Gerakan Perempuan untuk Perlindungan Buruh Migran (GPPBM) di Jakarta, Sabtu (8/3).
Beberapa kesalahan yang dimapankan berpuluh tahun itu, misalnya, mulai dari perekrutan yang hampir semuanya mengandalkan calo, uji kesehatan yang menjelma menjadi jual-beli sertifikat, pelatihan tenaga kerja luar negeri yang sekadar mencari stempel sah, hingga perlindungan TKW di negara tujuan. Puluhan tahun serangkaian proses itu sekadar formalitas.
Kondisi itu, menurut anggota DPR yang juga aktivis perempuan, Nursyahbani Katjasungkana, menyebabkan kerentanan TKW. Pada beberapa nota kesepahaman (MOU) Indonesia dengan negara penerima, sisi perlindungan juga longgar. Salah satu peluang melindungi TKW di negara tujuan adalah melalui ratifikasi konvensi PBB tentang perlindungan buruh migran dan keluarganya.
Bertepatan dengan 100 Tahun Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2008, GPPBM meluncurkan program yang berisi ajakan bahu-membahu melindungi buruh migran dan keluarganya. (GSA)
No comments:
Post a Comment