Jakarta, Kompas - Sedikitnya 50.000 guru honorer di sekolah negeri, yang tidak digaji dari APBN dan APBD, kini nasibnya terkatung-katung. Para guru honorer ini mendesak pemerintah agar mereka diangkat menjadi guru pegawai negeri sipil seperti guru honorer lainnya yang digaji pemerintah pusat dan daerah.
Sementara itu, guru swasta mendesak pemerintah supaya menetapkan aturan soal penggajian guru yang besarnya minimal sama dengan upah minimum provinsi atau kota/kabupaten (UMP/UMK) dan tunjangan jaminan sosial tenaga kerja. Pemerintah juga diminta memperbaiki kondisi kerja guru swasta dan honorer dengan memberikan subsidi gaji dan menghapuskan sistem kerja kontrak.
Desakan ratusan guru swasta dan honorer di sekolah negeri yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia itu terungkap dalam pertemuan dengan Komisi X DPR di Jakarta, Senin (20/10). Para guru yang mengadu ke DPR itu tergabung dalam Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia (FTHSNI) dan Forum Guru Independen Indonesia (FGII).
Ani Agustina, Ketua Umum FTHSNI, mengatakan, ada sebanyak 150.000 tenaga honorer di sekolah negeri, di antaranya 50.000 orang adalah guru honorer, sedangkan lainnya tenaga nonguru.
Belum bisa fokus
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi X DPR Irwan Prayitno mengatakan, rapat kerja gabungan beberapa komisi di DPR untuk membahas nasib guru honorer ini belum bisa dilakukan secara maksimal. DPR saat ini masih fokus untuk membahas penggunaan alokasi dana APBN bersama pemerintah.
Suparman, Ketua Umum FGII, mengatakan, jika pemerintah tidak mendiskriminasikan guru swasta dan honorer yang punya beban kerja dan tanggung jawab sama dengan guru PNS, sebenarnya tuntutan untuk menjadi pegawai pemerintah tidak lagi segencar saat ini. ”Memperbaiki kesejahteraan guru sebagai salah satu bagian dari perbaikan kondisi kerja guru akan berdampak pada perbaikan kondisi belajar siswa,” kata dia.
Yanti Sriyulianti, Wakil Sekretaris Jenderal FGII, menyebutkan, subsidi tunjangan fungsional guru non-PNS yang diharapkan dari pemerintah supaya gaji guru swasta setara UMP/UMK dan Jamsostek senilai Rp 15,8 triliun.
Dede Hermana, Koordinator Forum Guru Swasta Jawa Barat, mengatakan, dalam pelaksanaan sertifikasi guru, pemerintah menerapkan kebijakan diskriminatif yang menetapkan kuota guru swasta yang terbatas, yakni hanya 10 persen untuk guru swasta tiap tahunnya.
Di Slawi, Jawa Tengah, ratusan guru sekolah swasta dari taman kanak-kanak hingga SLTA yang tergabung dalam Forum Guru Sekolah Swasta atau Forgusta Kabupaten Tegal berunjuk rasa di halaman kantor DPRD Kabupaten Tegal. Mereka menuntut kenaikan tunjangan kesejahteraan serta menuntut diangkat sebagai calon PNS. (ELN/WIE)
No comments:
Post a Comment