JAKARTA, SELASA - Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan gaji guru pada 2009 menjadi minimal Rp 2 juta untuk guru pegawai negeri sipil (PNS) golongan terendah dinilai diskriminatif. Pasalnya, gaji guru PNS selama ini dinilai sudah hampir mendekati nilai tersebut, sedangkan guru non-PNS banyak yang di bawah upah minimum provinsi atau upah minimum kota/kabupaten.
Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman di Jakarta, Selasa (9/9), mengatakan jika kenaikan gaji guru hingga minimal Rp 2 juta untuk golongan terendah hanya diprioritaskan bagi guru PNS, kebijakan itu dinilai diskriminatif. Kebijakan yang semata-mata memprioritaskan guru PNS tersebut dinilai sebagai janji-janji manis dan umbar kebaikan pemerintah.
Jika kebijakan itu untuk semua guru PNS dan non-PNS, baru bisa dibilang perubahan yang bagus. Yang adil itu, jika pemerintah juga memberikan subsidi tunjangan fungsional bagi guru swasta atau guru honores sebesar upah minimum provinsi atau upah minimum kota/kabupaten dan jaminan sosial tenaga kerja. "Ini baru perubahan yang signifikan," kata Suparman.
Menurut Suparman, secara umum gaji PNS sudah mencapai Rp 1,5 juta - Rp 2 juta. Jika pemerintah daerah memberikan tambahan tunjangan, gaji guru PNS bisa lebih lagi. Seperti di DKI Jakarta sudah bisa mencapai Rp 4 juta per bulan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo menyambut baik komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Tetapi yang dibutuhkan guru itu realisasinya, bukan janji-janji kosong. Banyak guru yang resah karena pembayaran tunjangan sertifikasi terhenti. "Guru-guru yang sudah mengabdi puluhan tahun tidak jelas apa bisa menikmati tunjangan sertifikasi hanya karena belum S-1, sementara pemerintah tidak juga mengesahkan PP Guru dan PP dosen soal sertifikasi," kata Sulistyo.
No comments:
Post a Comment