27/10/2008 23:44 wib -
Usai Sidang, Dody dan Didit Ditahan
Purworejo, CyberNews. Sidang dugaan korupsi pengadaan buku perpustakaan sekolah tahun 2004 yang berlangsung Senin (27/10) dilanjutkan dengan penahanan terhadap dua terdakwa. Yakni mantan Kabag Keuangan pemda H Budi Santoso SSos MSi alias Dody (50) dan ketua Yayasan Komunitas Yogyakarta Ir H Didit Abdul Madjid MSi (40).
Dalam sidang yang dipimpin Sundari SH, dua terdakwa disidangkan secara bergantian. Mulanya Dody disidang terlebih dahulu dan jaksa Sarwo Edi SH yang membacakan dakwaan. Disusul persidangan Didit, jaksa Ali Nurudin SH yang membacakan dakwaan.
Jaksa Sarwo Edi SH saat membacakan dakwaan terhadap Dody menyebutkan, pada awal tahun 2003 di gedung DPRD dilakukan rapat antara eksekutif dan legislatif untuk membahas permintaan anggota DPRD periode 1999-2004 berupa sepeda motor, tanah kapling, dan uang purna tugas dengan jumlah total Rp 2.587.500.000.
Atas permintaan tersebut Bupati waktu itu, H Marsaid SH MSi, menyetujuinya dengan cara akan diambilkan dari rabat proyek. Selanjutnya Bupati menyerahkan daftar permintaan dari anggota Dewan itu kepada ketua panitia anggaran eksekutif, Ir H Akhmad Fauzi MA, agar dititipkan dalam anggaran proyek pengadaan buku perpustakaan sekolah pada Dinas Pendidikan tahun 2004.
Dari proyek tersebut diharapkan akan memperoleh rabat sekitar 30 persen. Disebutkan, dalam rapat tersebut terdakwa Dody menyetujui tetap diadakan proyek pengadaan buku. Hingga pada akhirnya panitia anggaran mengajukan tiga alternatif skenario.
Skenario pertama belanja administrasi umum dikurangi dengan 50 persen pagu anggaran 2003, kemudian semua kegiatan lain termasuk buku dan alat kesehatan (alkes) dialokasikan, dengan risiko defisit APBD 2004 sebesar Rp 25.835.798.820.
Skenario kedua sama dengan skenario pertama, dikurangi belanja pakaian dinas, THR, pembekalan purna tugas, pengurangan bantuan pendidikan sebesar 50 persen dari pagu 2003, bantuan infrastruktur pedesaan dialokasikan Rp 1,5 miliar, proyek buku dan alkes tetap masuk, dengan risiko defisit Rp 13.350.661.520. Skenario ketiga sama dengan skenario dua namun buku dan alkes tidak dialokasikan, dengan risiko defisit APBD 2004 Rp 1.850.661.520.
Menaruh Apresiasi
Atas telaahan tersebut, kata jaksa, Bupati memilih skenario kedua. Dan memasukkan pengadaan buku senilai Rp 8.975.000.000. Selanjutnya, kata jaksa, Dody meminta Didit sebagai koordinator proyek. Dan meminta Didit menyediakan uang Rp 1 miliar untuk membayar utang kepada Hari Mangindaan.
Dalam pertemuan itu juga ada kesepakatan dari proyek senilai Rp 8,9 miliar itu Didit sanggup mengusahakan rabat 30 persen untuk menutup permintaan anggota DPRD dan untuk menutup utang kepada Hari Mangindaan.
Singkat kata pada Maret 2004 dilakukan lelang terbuka dengan 34 peserta dan yang lolos hanya 11 rekanan. Setelah lelang, kantor Kas Daerah mengeluarkan uang Rp 8,9 miliar yang diberikan kepada Didit. Setelah digunakan untuk membayar sejumlah penerbit pemenang lelang, ada rabat sebesar Rp 4.628.849.176,06.
Dan uang itu oleh Didit didistribusikan kepada pihak-pihak yang berperan dalam proyek tersebut. Menurut jaksa, kepada Dody diserahkan uang Rp 1.965.000.000. Uang tersebut, kata jaksa, tidak disetorkan ke Kas Daerah. Maka atas perbuatan itu terdakwa Dody dianggap melanggar Pasal 2 Ayat (1) junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiamana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 11 UU 31/1999, junto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Terhadap terdakwa Didit Abdul Madjid, jaksa Ali Nurudin SH, mendakwa telah memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Waktu itu kepada Marsudi (ketua DPRD 1999-2004), Rukma Setyabudi, Sumbogo, Samino, Katon, Zusron (semuanya anggota DPRD), Marsaid (Bupati), Soedarmo Subroto (ka Dinas Pendidikan), pegawai Dinas Pendidikan, serta pegawai Bagian Keuangan dan Kasda.
Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Terdakwa juga diancam pidana dalam pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Koordinator Komite Persiapan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi, Agus Budi Santoso SH, menaruh apresiasi kepada pengadilan. Penanganan kasus korupsi di daerah itu dia nilai merupakan langkah maju dalam penegakan hukum di daerah itu. Shock therapy, kata dia, sangat tepat untuk bisa menuntaskan persolan korupsi.
(Eko Priyono /CN09)