Friday, April 4, 2008

Riwayat Batik


Jumat, 4 April 2008 | 02:33 WIB

”Batik pada awalnya bukan kain yang diperdagangkan. Batik itu dibuat lebih untuk memenuhi upacara adat di keraton-keraton Jawa. Pada abad pertengahan, seiring kedatangan agama Islam, terjadi perubahan tata masyarakat di Jawa. Ini pun berimbas pada batik yang tak lagi menjadi ”monopoli” busana keluarga besar keraton.

”Kedatangan bangsa India, Arab, China, dan Eropa (terutama Belanda) memengaruhi perkembangan batik. Corak batik yang semula bersumber pada budaya keraton semata, berkembang sesuai lokasi dan kreativitas perajinnya. Pekalongan, Demak, Kudus, Cirebon, Indramayu, Tegal, Madura, Gresik, Lasem, Rembang, Banyumas, Garut, dan Tasikmalaya adalah daerah pembuat Batik Pesisiran.

”Pada masa penjajahan, Belanda memberi pengaruh pada corak batik, misalnya dengan motif buket bunga, pita, gambar ilustrasi buku atau dongeng (seperti cerita Si Tudung Merah, Hans Kecil dan Ikan), buah anggur, bunga anyelir, lili, burung layang-layang, kipas, payung, malaikat, dan angsa. Batik juga lebih berwarna, ada berbagai gradasi warna hijau, merah, biru, kuning, sampai oranye. Batik pun tak hanya dibuat untuk busana, tetapi juga pajangan, taplak, sampai gorden.

”Masa kekuasaan Jepang di Indonesia pada 1942-1945 memengaruhi corak batik. Batik masa itu bertambah dengan corak kupu-kupu, burung merak, sampai bunga sakura. Corak batik yang dipengaruhi Jepang disebut Batik Jawa Hokokai. Mungkin karena masa ini juga dikenal sebagai zaman susah, maka batiknya disebut pagi-sore, artinya dalam satu lembar kain ada dua motif dan warna yang berbeda. Jadi, meski hanya satu kain, orang lain bisa menduga dia punya dua kain batik.

Corak batik itu sangat fleksibel, makanya ada yang disebut batik Trikora (tahun 1960-an) sampai batik Korpri atau Batik Golkar pada masa Orde Baru.

Perkembangan batik seakan tak pernah berhenti, beberapa nama yang lekat dengan batik sebut misalnya almarhum Ibu Bintang Sudibjo, Iwan Tirta, Josephine Komara, dan Carmanita.

Biarpun sesama batik, tetapi bahan baku, proses produksi, dan kualitasnya sangat beragam. Bahan baku batik mulai dari katun, serat nanas, sampai sutra. Prosesnya antara lain disebut tulis, cap, atau gabungan keduanya. Nah, sesuai dengan kualitas batik yang rentangnya amat lebar itu, maka harganya pun mulai dari puluhan ribu rupiah sampai puluhan juta rupiah. (DOE/CP)

No comments: