Monday, October 27, 2008

Indonesia Kehilangan Tenaga Terdidik


Senin, 27 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Den Haag, Kompas - Indonesia kehilangan tenaga terdidik dan profesional karena setiap tahun jumlah emigrasi tenaga terdidik dan profesional ke luar negeri terus meningkat. Untuk membangun dan meningkatkan daya saing Indonesia di dunia, diperlukan strategi untuk membangun jaringan ilmuwan dan tenaga profesional yang saat ini tersebar di negara lain. Hal ini telah dilakukan negara lain, seperti Singapura, India, China, dan Irlandia.

Pemikiran itu diungkapkan gabungan mahasiswa: Riza, Ahmad, Yulfian, dan Rifki dari International Islamic University; Dedy H BW dari Delft University of Technology; Oki Muraza dari Eindhoven University of Technology; dan Syarif Junaidi dari Universiti Kebangsaan Malaysia, dalam panel khusus Konferensi Pemuda dan Pelajar Indonesia (PII) di Den Haag, Belanda (26/10).

Dalam pemaparannya, mereka menyebutkan, perpindahan tenaga terdidik Indonesia ke luar negeri, baik untuk tujuan pendidikan, penelitian, maupun profesional terus bertambah dengan kenaikan rata-rata per tahun hingga 5 persen. Mereka memilih bekerja di negara lain karena tidak menemukan peluang untuk bekerja sesuai dengan harapan mereka di negeri sendiri.

Banyak alasan yang menyebabkan tenaga terdidik dan profesional Indonesia pindah ke negara lain, terutama ke Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, negara-negara di Eropa, dan Jepang. Biasanya karena lingkungan kerja dan infrastruktur di Indonesia yang tidak kondusif, kurangnya kolaborasi antara universitas dan industri, kurangnya dana penelitian, hingga sedikitnya pendapatan di dalam negeri.

Achmad Aditya (29), mahasiswa program doktor dari Universitas Leiden, misalnya, mengaku gamang untuk pulang ke Indonesia karena meragukan ilmunya akan terserap di dalam negeri.

Menurut para panelis, saat ini negara lain berupaya menarik tenaga-tenaga terdidik dan profesional dari berbagai negara. Irlandia, misalnya, melaksanakan program nyata untuk menarik tenaga terlatih dan profesional masuk ke negara mereka dengan membentuk Science Foundation Ireland (SFI) dan Singapura membentuk Singapore’s Agency for Science and Technology Research (A STAR’s).

Kedua lembaga ini memiliki otoritas tinggi dan jaringan kuat dengan dewan ekonomi nasional dan kegiatan investasi, komitmen yang kuat dari pemimpin negara, dan punya mekanisme pendanaan untuk mempromosikan kolaborasi penelitian internasional.

India dan China memiliki jaringan tenaga terdidik dan profesional di luar negeri.

Para panelis mengusulkan dibentuknya jaringan internasional ilmuwan dan profesional Indonesia, mendirikan organisasi brain circulation berdasarkan prioritas atau bidang, mengembangkan lingkungan penelitian yang kondusif di Indonesia terutama untuk mempermudah kolaborasi antara dunia akademik dan industri. (AIK)

No comments: