Monday, December 31, 2007

2007 Tahun Pancaroba Alam


Tepatlah tahun 2007 kita namakan Tahun Pancaroba Alam. Terjadi di banyak tempat di Tanah Air gempa, banjir, dan longsor. Akibatnya rumah warga rusak.

Tidak hanya itu. Pengungsi merana, mata pencarian terganggu, lalu lintas putus, keluarga dan bangsa menangisi sesama warga yang tewas dan luka.

Pancaroba alam tidak seluruhnya ulah alam, juga karena ulah manusia. Kita bertanggung jawab. Memang seperti ditunjukkan di antaranya oleh konferensi internasional perihal pemanasan Bumi di Bali, tanggung jawab atas kerusakan lingkungan hidup juga menjadi tanggung jawab bangsa-bangsa. Tetapi hal itu sama sekali tidak mengurangi tanggung jawab kita.

Dalam bidang sosial politik, kita melanjutkan pelaksanaan dan pengamalan demokrasi. Komitmen cukup meluas dan merata. Proses dan praktik seperti dalam pemekaran daerah otonomi, dalam beragam dan bertingkat pemilihan kepala daerah berjalan serentak. Martabat manusia dalam ekspresinya di bidang kebebasan dan hak asasi semakin dihargai. Praktik dan pengalaman berdemokrasi menuntut perhatian dari sisi kembarnya demokrasi, yakni hak rakyat banyak untuk secara nyata mendapatkan perbaikan hidup dalam kesejahteraannya. Sisi kebebasan dan ekspresi politiknya jelas dan bekerja memadai. Sisinya yang lain—yang merupakan kembarannya—yakni terwujudnya hak atas kesejahteraan hidup sosial ekonomi masih jauh dari tujuan minimal. Dari pemerintah, juga dari legislatif dan perwakilan rakyat dituntut pula tanggung jawabnya terhadap kerja dan kinerja bagi perbaikan kesejahteraan rakyat.

Kesadaran dan kebangkitan atas kelebihan kita dalam bidang budaya sebagai seni maupun budaya sebagai pandangan hidup, orientasi nilai, sikap, serta praksisnya bangkit sebagai kesadaran dan gugatan baru. Menggeliat semacam kebangkitan kembali beragam bentuk dan ekspresi seni budaya. Juga tampil gugatan agar dalam sikap, orientasi, dan praksis kinerjanya, kita mengembangkan budaya yang diperlukan untuk mengatasi ketertinggalan dalam bidang sosial ekonomi, pendidikan, ilmu, dan teknologi. Agar diterjemahkan di antaranya sebagai praksis yang berorientasi waktu, kerja keras dan jujur, bersikap ugahari dalam keuangan, memperkuat saling percaya, menghargai prestasi, cermat mengurus dan memelihara, tidak hanya pandai membeli.

Maksud baik pemerintah tidak diragukan. Kebijakan berikut pengelolaan ekonomi makronya cukup baik dan terkendali. Terjemahan serta kelanjutannya dalam perbaikan kegiatan dan kehidupan ekonomi makro itulah yang setiap kali kita permasalahkan. Pemerintah terutama dalam pelaksanaannya diharapkan lebih cekatan dan efektif. Kepemimpinan dan pemerintahan harus dibuat lebih nyata dan operasional pada tingkat para menteri berikut departemennya. Semakin efektif pula sinergi kerja samanya. Kontribusi masyarakat madani terdengar dan tampak. Kontribusi masyarakat usaha diharapkan lebih substansial dan lebih nyata bagi kemajuan ekonomi serta kesejahteraan rakyat banyak. Jelaslah warisan Tahun 2007 sekaligus merupakan tantangan untuk Tahun 2008. Selamat Tahun Baru!

Pidato Kebudayaan


Warga Minang Ditantang

Tunjukkan Kearifan Budaya


Padang, Kompas - Masyarakat Minangkabau yang dikenal memiliki kearifan budaya yang luhur ditantang untuk menampilkan kebudayaan itu demi memecahkan persoalan bangsa yang kompleks. Persoalan korupsi, perbedaan antara kata dan tingkah laku, serta perkembangan mentalitas menerabas ingin cepat kaya juga ditantang untuk dipecahkan dengan kearifan lokal.

Demikian salah satu isi pidato kebudayaan Prof Dr Ahmad Syafi’i Maarif, Sabtu (29/12) di Taman Budaya Padang, yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Sumatera Barat.

Menurut dia, masyarakat Minangkabau mempunyai sejumlah ungkapan yang sarat makna, mulai dari berbagai petatah-petitih hingga gurindam. Namun, berbagai produk kearifan budaya ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk mengatasi persoalan bangsa, seperti sulitnya mencari orang jujur, amanah, dan dipercaya.

Persoalan ini, lanjut Syafi’i, juga pernah diulas antropolog Koentjaraningrat dalam penelitiannya tahun 1970. Hasil penelitian itu antara lain mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia, terutama usahawan, ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memerhatikan proses. "Persoalan ini terus berlangsung hingga sekarang," kata Syafi’i, kelahiran Sumpur Kudus, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, itu.

Syafi’i melihat belum ada keberanian untuk bersikap melawan sifat yang sudah mengurat-akar di masyarakat secara umum. "Minangkabau, negeri elok, sudah lama menantikan anak-anaknya agar berani menyimpang dari pola umum yang korup, yang sedang melilit batang tubuh Indonesia sekarang, tetapi alangkah sukarnya," kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.

Kendati sulit, Syafi’i mengatakan, perlawanan harus tetap dilakukan. Salah satu yang dibutuhkan adalah ada stamina spiritual yang tidak boleh kendur.

Kultur berdebat

Di sisi lain, Syafi’i juga melihat historis kekuatan masyarakat Minangkabau, yang terletak pada kemampuan berdebat, bahkan di forum dunia dalam upaya membela martabat bangsa dari segala pelecehan dan pencibiran. Sayangnya, kemampuan diplomasi itu semakin luntur.

"Kita tidak lagi memiliki kemampuan diplomasi yang tangguh, seperti dulu diperlihatkan Agus Salim, Hatta, Sjahrir, Soedjatmoko, Adam Malik, Roem, LN Palar, Mochtar Kusumaatmadja, dan nama-nama lain. Orang Minang yang dikenal jago bersilat lidah dan terkenal dengan bidal ’takilek ikan dalam aie, alah tantu jantan batinonyo’ atau ’alun takilek alah tabayang’ (terlintas ikan dalam air, sudah tentu jantan betinanya, atau belum terlihat sudah terbayang) merupakan modal utama untuk berdebat dengan penuh percaya diri," katanya.

Menurut Syafi’i, kearifan lokal yang dikawinkan dengan unsur budaya rantau inilah yang melahirkan diplomat-diplomat andal untuk bersilat lidah di forum internasional. (ART/NAL)

Pembangunan Pendidikan


Indeks Pendidikan Indonesia Menurun

Nama negara seperti Malta, Armenia, Santa Lucia, atau Mauritius tidak terlalu akrab dengan telinga kita. Kalaupun ada yang pernah mendengar, boleh jadi tidak mengetahui di belahan bumi manakah negara-negara "kecil" tersebut berada. Bagaimana bentuk pemerintahannya pun, mungkin kita menerka-nerka.

Akan tetapi, jangan terlalu menganggap remeh. Sebab, negara-negara "kecil" itu ternyata memiliki kualitas pendidikan lebih baik daripada negara yang jumlah penduduknya besar seperti Indonesia.

Kenyataan ini tergambar dalam Indeks Pembangunan Pendidikan atau EDI (Education Development Index) yang terdapat pada laporan EFA (Education For All) yang dipublikasikan dalam Global Monitoring Report 2008. Laporan GMR dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) setiap tahun yang berisi hasil pemonitoran reguler pendidikan dunia.

Indeks pendidikan ini dibuat dengan mengacu pada enam tujuan pendidikan EFA yang disusun dalam pertemuan pendidikan global di Dakar, Senegal, tahun 2000.

Dalam laporan terakhir yang dipublikasikan pada November 2007, EDI mengompilasi data pendidikan dari 129 negara di seluruh dunia. Indeks ini dibuat dengan membagi tiga kategori penilaian, yaitu nilai EDI tinggi, sedang, dan rendah.

Pada GMR kali ini, Indonesia tetap berada pada EDI kategori sedang bersama 53 negara lainnya. Total nilai EDI diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas 5 sekolah dasar (SD).

Posisi Indonesia

Mengetahui posisi Indonesia di dunia mungkin tidak harus membandingkannya dengan negara-negara yang secara geografis letaknya jauh seperti di atas. Cukup dengan melihat posisinya di antara sesama negara Asia Tenggara.

Hasil indeks pembangunan pendidikan terakhir ternyata menunjukkan adanya pergeseran posisi Indonesia dan Malaysia. Jika pada tahun- tahun sebelumnya peringkat Indonesia selalu berada di atas Malaysia, kali ini terjadi perbedaan hasil.

Dalam laporan yang dipublikasikan November lalu itu, posisi Malaysia melonjak enam tingkat dari peringkat 62 menjadi 56. Sebaliknya, peringkat Indonesia turun dari posisi 58 menjadi 62. Nilai total EDI yang diperoleh Indonesia juga turun 0,003 poin, dari 0,938 menjadi 0,935. Sementara itu, Malaysia berhasil meraih total nilai 0,945, atau naik 0,011 poin dari tahun sebelumnya.

Dalam penghitungan kali ini, Malaysia berhasil menaikkan poin pada tiga komponen penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, dan angka partisipasi menurut kesetaraan jender. Adapun kategori angka bertahan kelas 5 SD memperoleh nilai sama dengan tahun sebelumnya.

Indonesia hanya berhasil menaikkan poin pada angka bertahan kelas 5 SD sebesar 0,004 poin. Adapun pada kategori lain, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar dan angka partisipasi menurut kesetaraan jender, poinnya justru turun sebesar 0,007 poin. Sedangkan angka melek huruf berhasil mempertahankan skor yang sama dengan tahun sebelumnya.

Sistem penilaian EDI juga membagi tiga kategori skor, yaitu kelompok negara dengan indeks pendidikan tinggi (0,950 ke atas), sedang (0,800 sampai di bawah 0,950), dan rendah (di bawah 0,800).

Pada pembagian ini tercatat enam negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja, berada di kelompok negara dengan kategori EDI sedang. Sementara Brunei Darussalam yang baru tahun ini masuk dalam penilaian berada di kelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan tinggi.

Negara Asia Tenggara lain, yaitu Laos, hingga saat ini masih termasuk dalam kelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan rendah. Khusus untuk Singapura dan Thailand tidak tercatat dalam penilaian sehingga tidak dapat dibandingkan.

Satu hal yang patut dicatat, tahun ini Malaysia berhasil meraih poin 0,945, atau hanya butuh 0,005 poin lagi untuk masuk ke kelompok negara dengan indeks pendidikan tinggi. Sedangkan Indonesia sedikitnya membutuhkan 0,015 poin lagi untuk masuk dalam kategori EDI tinggi. Itu pun jika tahun depan tidak lagi terjadi penurunan seperti tahun ini.

Jika mengamati perolehan total skor indeks pendidikan selama empat tahun, yaitu antara tahun 2001 dan 2005, terlihat hanya Myanmar dan Kamboja yang menunjukkan peningkatan setiap tahun. Bahkan, pada tahun 2005 terjadi lompatan posisi Kamboja dengan berhasil masuk ke kelompok EDI medium (sedang) dari tahun-tahun sebelumnya di kelompok negara ber-EDI rendah. Seperti juga Malaysia, pada tahun tersebut hampir semua nilai komponen dalam indeks pendidikan Kamboja meningkat. Hanya angka melek huruf yang stagnan, sama dengan tahun sebelumnya.

Kenaikan poin setiap tahun sebenarnya terjadi juga pada Malaysia, khususnya periode 2002-2005. Untuk tahun 2001, Malaysia belum tercatat dalam pengukuran indeks pembangunan pendidikan dunia.

Mengenai posisi Indonesia di EFA kali ini, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, penurunan peringkat pencapaian EFA di UNESCO itu tidak perlu dibesar-besarkan. Pasalnya, peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia sudah mulai diakui negara lain.

"Media massa jangan mencari yang jelek-jelek saja dalam pencapaian reformasi pendidikan di Indonesia. Secara kualitas, pendidikan Indonesia sudah mengalami lompatan yang luar biasa. Meskipun masih masuk kategori yang perekonomiannya menengah, Indonesia memberanikan diri mengikuti program penilaian PISA atau Programme for International Assessement. Setidaknya Indonesia berani ikut penilaian dengan 30 negara industri maju," kata Bambang.

Untuk menindaklanjuti hasil evaluasi UNESCO terhadap pencapaian EFA 2015, tanggal 11-13 Desember lalu diadakan pertemuan evaluasi pertengahan pencapaian EFA. Pertemuan dihadiri pemimpin negara, lembaga donor, dan lembaga internasional lainnya. Evaluasi ini menolong negara yang berkomitmen mewujudkan pencapaian EFA sehingga masing-masing negara menjadi tahu bagaimana posisinya dalam pencapaian pendidikan dasar, yang umumnya masih jauh dari target EFA 2015. Kelemahan pencapaian umumnya terlihat di pencapaian pendidikan dasar dan pendanaan.

Dalam peningkatan kualitas pendidikan, ada tiga kebijakan yang ditekankan. Pertama, negara-negara harus mengembangkan kebijakan untuk melatih dan merekrut sebanyak-banyaknya guru SD dengan memerhatikan perkembangan karier mereka.

Kedua, melakukan pendekatan komprehensif dengan berfokus pada kurikulum, pedagogi, persamaan jender, bahasa pengantar, buku teks, dan fasilitas yang layak.

Ketiga, adanya kebijakan untuk menyiapkan anak-anak siap belajar, caranya dengan meningkatkan partisipasi pendidikan anak usia dini serta akses kesehatan dan gizi di sekolah.

PALUPI PANCA ASTUTI & ESTER LINCE NAPITUPULU

HUKUM LINGKUNGAN


2007 Didominasi Kegagalan

Jakarta, Kompas - Bencana lingkungan terus terjadi dan mengancam kehidupan warga, tetapi keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan jauh dari cukup. Kegagalan kasus-kasus penegakan hukum lingkungan menunjukkan minimnya keberpihakan negara atas korban.

"Tolak ukurnya sangat jelas, kasus-kasus penegakan hukum lingkungan yang besar justru banyak yang lolos. Secara garis besar jelas gagal," kata Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan (ICEL) Rino Subagyo di Jakarta, akhir pekan lalu.

Kasus-kasus itu di antaranya bebasnya terdakwa pembalakan liar Adelin Lis dan penolakan seluruh gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) atas PT Newmont Minahasa Raya, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, serta Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Terakhir, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan Walhi atas Lapindo Brantas Inc, dengan kesimpulan semburan lumpur panas Sidoarjo sebagai fenomena alam.

Keputusan di atas belum memasukkan kasus-kasus hukum lingkungan di beberapa daerah, yang jauh dari pantauan berskala nasional.

Menurut Rino, pengetahuan hukum lingkungan para hakim dan polisi sebenarnya sudah lebih baik. Keahlian pun sudah dibangun seiring intensnya pelatihan soal hukum lingkungan.

"Persoalannya, sedikit banyak lebih pada persoalan integritas penegak hukum," katanya. Kondisi-kondisi itulah yang banyak melatarbelakangi kegagalan kasus lingkungan.

Catatan buruk pertambangan

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dalam siaran persnya pun menyatakan, sepanjang tahun 2007 ini penuh catatan buruk di bidang penegakan hukum lingkungan, khususnya terkait pertambangan. "Tak ada catatan keberpihakan hukum yang menjamin keselamatan lingkungan dan warga di sekitar tambang," kata Koordinator Jatam Siti Maimunah.

Pada tahun 2007, para aktivis hak asasi manusia yang membela kepentingan lingkungan dan warga sekitar tambang dibungkam dengan tuntutan balik. Sebagian besar mereka akhirnya divonis penjara dengan tuduhan pencemaran nama atau provokasi. Sementara pemerintah tak bersikap soal beberapa perusahaan tambang yang jelas-jelas tak memiliki amdal. (GSA)

Dokter Keluarga Makin Dibutuhkan


Jakarta, Kompas - Dokter keluarga sebagai lini terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat semakin dibutuhkan. Namun, pendidikan kedokteran yang berorientasi dokter keluarga belum diperhatikan di banyak fakultas kedokteran di Tanah Air.

Firman Lubis menyampaikan hal itu dalam orasinya ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Keluarga di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Sabtu (29/12) di Jakarta.

"Belum semua fakultas kedokteran memiliki unit dokter keluarga, apalagi menerapkan pendidikan dokter keluarga dalam kurikulum mereka," kata Firman. Saat ini pendidikan kedokteran masih lebih bertumpu pada pendidikan di rumah sakit dengan kasus-kasus spesialistik dan terkotak-kotak.

Padahal, Firman menambahkan, lingkup kerja dokter keluarga tidak terbatas pada masalah bio-medis yang dipunyai pasien. Dengan pendekatan keluarga, dokter keluarga dapat melihat latar belakang sosial pasien.

Menurut Firman, sebanyak 80 persen kasus penyakit dapat ditangani dokter keluarga. Namun, dokter umum yang ada saat ini memberikan pelayanan kesehatan yang terbatas. Padahal, selama dalam pendidikannya, calon dokter telah mempelajari hampir semua bidang kesehatan.

Selain masalah pendidikan, ungkap Firman, hambatan lainnya adalah tidak ada kesepahaman di antara para pemangku kepentingan, seperti Departemen Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, atau Konsil Kedokteran Indonesia, tentang konsep dokter keluarga. Akibatnya, pengembangannya menjadi kurang terencana dan terpadu.

Oleh karena itu, Firman memandang perlu adanya pembentukan sebuah unit kerja dokter keluarga nasional yang diprakarsai pemerintah.

Kanker rahim

Selain Firman, dalam acara yang dipimpin Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri ini, juga dikukuhkan Nugroho Kampono sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Obstetri Ginekologi.

Nugroho menyoroti penanganan kanker endometrium atau kanker rahim saat ini dan pengelolaannya di masa mendatang.

"Perlu ada sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat agar mewaspadai adanya kanker endometrium saat terjadi pendarahan perimenopuse atau pascamenopause," kata Nugroho. Sekitar 15 persen pendarahan pascamenopause disebabkan oleh kanker endometrium ini.

Kanker endometrium merupakan penyakit yang sering menyerang perempuan usia 50-65 tahun. Kanker ini menempati urutan kedua setelah kanker ovarium dalam hal keganasan ginekologik. (A04)

PENYAKIT LANSIA


Waspadai Gangguan Saraf Otak

New York, Sabtu - Sebagian besar orang lanjut usia atau lansia mengalami penyakit saraf otak yang bisa meningkatkan risiko dimensia (kepikunan). Untuk itu, gangguan saraf otak harus dicegah dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, pola hidup yang seimbang, dan menerapkan gaya hidup sehat.

Sebagai bagian dari proyek jangka panjang mengenai memori dan penuaan, Universitas Rush di Chicago, Amerika Serikat, sebagaimana dipublikasikan dalam Jurnal Neurologi menyebutkan, para peneliti mengevaluasi spektrum abnormal yang ditemukan pada otak 141 orang berusia lanjut dengan atau tanpa gejala klinis dimensia. Saat meninggal, hanya 20 orang atau sekitar 14,2 persen yang bebas dari penyakit saraf otak.

Menurut dr Julie A Schneider dari Pusat Kedokteran Universitas Rush, Chicago, beserta timnya, sebagaimana dikutip Reuters Health, Sabtu (29/12) di New York, Amerika Serikat, mayoritas lansia dengan dimensia, yang ditandai dengan gangguan memori dan kemampuan kognitif lain, memiliki lebih dari satu tipe patologi pada otak yang mengalami perburukan.

"Gangguan saraf otak ini umumnya berupa gejala penyakit alzheimer dan stroke, diikuti penyakit terkait parkinson," ujar Schneider.

Para lansia tanpa dimensia juga memiliki penyakit saraf otak, seperti alzheimer dan gangguan saraf lain. Lansia dengan lebih dari satu gangguan saraf otak secara signifikan meningkatkan gejala dimensia.

"Para lansia sering kali dapat mengatasi satu patologi pada otak mereka, tetapi beban lebih dari satu patologi bisa menyebabkan mereka menderita dimensia," kata Schneider.

Untuk mengurangi risiko dimensia, perlu upaya pencegahan alzheimer dan penyakit saraf otak lain seperti stroke dan faktor risiko stroke, misalnya tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok, dan obesitas.

Dalam kaitan dengan itu, pola hidup sehat dan pemeriksaan kesehatan ke dokter menjadi sesuatu yang tak bisa diabaikan para lansia. (EVY)

Sunday, December 30, 2007

ASAL USUL



2008

Suka Hardjana

Lambat atau cepat tapi pasti, dunia terus bertambah usia. Arti harfiahnya, dunia semakin tua. Semua makhluk penghuni bola semesta ajaib yang dibilang bumi ini tak dapat mengelak. Tak terkecuali, semua bertambah usia, walau hanya sedetik, sehari atau setahun. Sesuai hitungan kalender. Dari dulu hingga kini hitungannya begitu. Hitungan tahunan maju-mundur itu lalu dijadikan semacam permainan hidup.

Dengan segala daya dan cara, parameter lantas dicari untuk mengukur hasil capaian mengatasi repetisi kerumitan hidup berselangkah tahunan. Banyak fakta suram dan abu-abu disemukan, untuk memberi ruang optimisme ke masa depan yang lebih baik. Sambil menyembunyikan fakta-fakta menyakitkan laiknya duri dalam daging, euforia tahunan lantas digelar—sangat sering secara gila-gilaan dan tak tahu diri—agar harapan tetap bisa dipelihara untuk setahun berikutya. Simulasi bohong-bohongan lantas dimainkan untuk menyisihkan sisi-sisi gelap kehidupan yang terus berulang sepenggal tahun. Merayakan datangnya tahun baru, kata orang.

Repetisi pesta tahunan terus dilakukan selama berabad-abad, seolah-olah memberi kesan manusia tak pernah mau belajar mengerti—bahwa dunia semakin bertambah tua, rentan dan tak lagi aman dan nyaman untuk dihuni oleh semua makhluk yang hidup di dalamnya. Petaka perang, bencana alam, penyakit, kemiskinan, kebodohan dan kerusuhan terus berkiprah di pentas kehidupan umat manusia—layaknya panggung ketoprak narsisme impian hidup yang tak habis-habisnya dimainkan ulang. Planet bumi yang dulu dipuja sebagai surga dunia menjadi semakin ciut, penuh sesak dan sumpek dijejali semua makhluk hidup yang saling tindih berebut ruang. Survival for the fittest terus berlangsung sepanjang waktu. Apa pun bentuk dan hakikatnya, semua makhluk bumi yang rentan, tak cukup daya tahan akan punah ditelan waktu—termasuk jenis-jenis tipologi manusia yang tak cukup punya daya tahan. Hanya mereka yang kuat dan perkasa, punya banyak akal dan tega dapat terus menguasai permainan hidup di bumi yang semakin uzur.

Air, udara, dan tanah parah tercemari oleh ulah anak manusia. Matahari, bulan, dan bintang tak mampu lagi bersahabat dan meramahi anak-anak Adam dan Eva yang dari sono-nya, konon memang sudah tercekal dosa asal, karena melanggar larangan Tuhan. Kini semua telah menjadi bubrah (rusak tak terperbaiki). Dan manusia masih saja terus merayakan surga dunia pada setiap tahun baru yang sesungguhnya adalah tahun-tahun lama yang terus berulang. Perut bumi semakin kosong terkuras mulut-mulut kecil manusia yang sanggup menelan bumi bulan dan bintang beserta seluruh isi kandungan hajat hidup yang tersimpan di dalamnya. Sumber-sumber kehidupan yang semula melimpah ruah menjadi semakin berkurang, raib dan tak lagi mencukupi kebutuhan bersama secara adil dan merata. Sumber-sumber hayati dan hajat hidup manusia di tanah, air, dan udara sebagian besarnya tersedot oleh kerakusan mulut-mulut mereka yang lebih perkasa, banyak akal, tega dan tak pernah merasa cukup: "Kalo bisa dapet semua, ngapain kompromi?" pesan sebuah iklan yang terpampang di salah satu ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta. Sebuah ungkapan (atau umpatan?) yang analoginya pas dengan sifat dan perwatakan manusia zaman sekarang.

Menjelang kebiasaan pesta pora tahun baru yang dibuat-buat (artificial), apakah orang masih bisa terperangah mendengar cerita seorang tukang sol sepatu di bawah sana bahwa keluarganya belum pernah merasakan buah mangga, melon, apel, daging sapi, dan ikan gurami?

"Kalo punya uang, mendingan buat beli beras, garam, kangkung, dan ikan asin" yang menjadi menu sehari-hari mereka, katanya. Saya tak habis pikir, bagaimana keluarga tukang sol sepatu itu memasak beras, kangkung, dan ikan asin—kalau minyak tanah dan minyak goreng pun seperti raib di ranah bawah kehidupan? Inikah negeri ajaib yang dibilang kaya sumber alam dan hayati? Seorang tukang becak di Solo mengeluh kepada temannya: "Aku benar-benar pusing kepala dan habis kata-kata. Kuberi istriku uang belanja Rp 150.000,- (baca, seratus lima puluh ribu rupiah) setiap bulan, tapi terus saja uring-uringan dan ngedumel karena selalu merasa kurang ........" Absurd! Abang becak dan istrinya di kota pelesiran Solo itu beranak tiga. Cerita tukang sol sepatu dan abang becak itu bukan dongeng sinetron melankolis yang tak pernah menyentuh rasa haru. Cerita tersebut fakta nyata kehidupan orang-orang tak berdaya di bawah sana yang terabaikan dari mimpi-mimpi kemakmuran yang terus saja diembuskan oleh mereka yang lebih perkasa, banyak akal, tega dan tak pernah merasa cukup.

Tak ada tahun baru bagi mereka yang terabaikan. Tahun-tahun (lama) terus berjalan tanpa mampu mengubah nasib. Semua berulang seperti penggalan-penggalan waktu sebelumnya di ruang-ruang kehidupan yang tak layak dan tak sepatutnya bagi mereka yang tertinggalkan. Toh mereka terus bertahan menggeluti jebakan nasib yang sesungguhnya tak mereka maui.

"Teguk air tawarmu, bila kau masih punya, tapi jangan ucapkan Selamat Tahun Baru, karena itu sumpah palsu yang melawan nasibmu," kata seorang penyair. "The day after today is today". Besok adalah hari ini juga, kata para penganut faham hedonis yang tak mau surut barang sehari merayakan nikmatnya royal sukacita pelesiran hidup di bumi yang semakin rentan. Selamat Tahun Baru 2008. Besok? Seperti hari-hari kemarin juga... wis!

Bencana akibat Kelalaian


Pengungsi Terserang Gangguan Pernapasan dan Pencernaan

Wonogiri, Kompas - Selain dampak perubahan iklim, bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia juga akibat kelalaian manusia. Manusia cenderung hanya mengambil keuntungan dari alam tanpa mau melestarikan. Akibatnya, daya dukung lingkungan lemah dan Bumi pun menjadi rawan bencana.

Hal itu dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung ke Wonogiri, Jawa Tengah, Sabtu (29/12). "Banjir dan longsor di sejumlah tempat terjadi karena cara kita merawat hutan tidak baik. Mulai sekarang mari kita perbaiki, kita rawat hutan. Mari kita tanami, tidak perlu menengok kesalahan masa lalu," kata Presiden.

Kunjungan Presiden ke Wonogiri dalam rangka menyerahkan dana bantuan untuk korban bencana di Provinsi Jateng sebanyak Rp 5 miliar. Presiden juga menyerahkan bantuan bahan makanan dan satu mobil tangki air untuk korban bencana di Kabupaten Wonogiri.

Sebelumnya, di ruang VIP Bandara Adisumarmo, Boyolali, Gubernur Jateng Ali Mufiz memaparkan kejadian dan penanganan bencana alam di Jateng. Pada Desember ini terjadi bencana alam banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung di 18 kabupaten dan kota di Jateng.

Dari laporan tujuh kabupaten dan kota yang terkena bencana, paling tidak ada 89 korban meninggal, 5 orang luka berat, dan 72 orang luka ringan. Korban harta benda meliputi 255 rumah roboh, 556 rumah rusak berat, 13.759 rumah rusak ringan, 5.753 hektar sawah dan 397 hektar tegalan rusak. Sejumlah sarana dan prasarana pemerintahan dan pendidikan, seperti gedung sekolah, juga rusak.

Pada kesempatan itu, Bupati Wonogiri Begug Poernomosidi meminta pemerintah pusat segera menyelamatkan Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri. Banjir di sejumlah wilayah eks Karesidenan Surakarta hingga Bojonegoro, Jawa Timur, dan sejumlah wilayah di daerah aliran Sungai Bengawan Solo lainnya akibat mendangkalnya Waduk Gajah Mungkur sehingga tidak lagi optimal menampung air hujan.

"Perlu penyelamatan Waduk Gajah Mungkur secepatnya. Kalau tidak, wilayah Solo dan Jawa Timur akan tenggelam jika musim hujan seperti saat ini," ujar Begug.

Menurut Begug, sejak tahun 2004, Pemkab Wonogiri mengajukan permohonan kepada pemerintah pusat agar membangun 24 cekdam dan saluran irigasi untuk 22 anak Bengawan Solo. Juga menyelamatkan 13.000 hektar hutan di sekitar Waduk Gajah Mungkur yang kini kritis.

"Kami bekerja sama dengan Perum Perhutani menanami kawasan itu dengan 7,6 juta batang bibit pohon jati. Selain itu mengeruk sedimen Waduk Gajah Mungkur," kata Begug.

Banjir di Bojonegoro meluas

Luapan air Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, pada Sabtu lalu semakin meluas. Sabtu malam, air terus memasuki wilayah perkotaan dengan arus cukup deras.

Akses transportasi dan proses evakuasi terhalang karena hampir semua jalan tergenang. Ketinggian air bervariasi, mulai selutut hingga sedada orang dewasa. Banjir juga meluas ke Lamongan, Tuban, dan Gresik.

Banyaknya lokasi yang tergenang membuat distribusi bantuan kepada korban dan proses evakuasi terhambat, apalagi jumlah perahu karet sangat terbatas.

Distribusi bantuan makanan bagi pengungsi yang terisolasi dilakukan dengan helikopter. Menurut Kepala Seksi Operasi Badan Save and Rescue Nasional Surabaya Hernanto, bantuan makanan berupa mi instan dan kue didistribusikan ke desa-desa yang tergenang air di sebelah utara Bengawan Solo, khususnya di Kecamatan Trucuk dan Malo, Bojonegoro. Distribusi bantuan makanan di wilayah terisolasi dilanjutkan pada Minggu ini.

Jumlah pengungsi korban banjir di Kecamatan Cepu, Kedungtuban, dan Kradenan, Kabupaten Blora, sampai Sabtu petang terus bertambah, menjadi 18.000 jiwa lebih. Begitu pula jumlah pengungsi di Kudus dan Pati, meski tak sebanyak di Blora.

Pengungsi mulai sakit

Sejumlah pengungsi di Ngawi mulai sakit, sementara pos-pos pengungsian kekurangan air bersih. Petugas kesehatan di pos Kecamatan Geneng, dr Arif Zulkarnain, mengatakan, sebagian pengungsi sakit kulit dan diare.

Pengungsi di Solo dan sekitarnya juga mulai terserang penyakit. Kebanyakan terserang infeksi saluran pernapasan akut, gangguan otot, dan gangguan sistem pencernaan. Itu terlihat di Gedung Olahraga (GOR) Manahan, tempat mengungsi 638 warga dari tiga kelurahan di Kota Solo, Sabtu (29/12).

Bahkan di Balaikota Solo dan Gereja St Antonius Purbayan, ada 24 pengungsi yang menunjukkan gejala gangguan kejiwaan. Tiga di antaranya mengalami depresi. (IKA/ACI/RAZ/EKI/GAL/SUP)

Saturday, December 29, 2007

TEKNOLOGI INFORMASI


Media Massa Tradisional Harus Cepat Ikuti Perubahan


Singapura, Kompas - Perubahan pola perilaku masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi dan media baru seperti internet, siaran televisi berbasis internet protokol (IPTV), dan banyak lagi produk turunan perkembangan TI yang semakin pesat dipastikan harus dapat segera diantisipasi dan diikuti media massa konvensional seperti media cetak, radio, dan TV.

Menurut pengajar Komunikasi dan Program Media Baru pada Faculty of Arts and Social Sciences National University of Singapore, Daniela Alina, Rabu (28/11), TI juga berkembang di Asia dan di sejumlah negara berkembang macam Indonesia.

"Mungkin untuk generasi yang lebih tua masih diperlukan keberadan semacam persilangan (hybrid) media. Jenis media konvensional macam surat kabar atau televisi dengan media internet dapat saling mengisi kekurangan masing-masing. Akan tetapi, untuk generasi yang lebih muda saya khawatir mereka sudah sepenuhnya berubah," ujar Daniela.

Daniela menyatakan hal itu seusai berbicara dalam Simposium Digital Future bertema "New Media and Distribution", yang menjadi salah satu rangkaian Festival Media Asia 2007. Acara tahunan ini diikuti Kompas atas undangan Media Development Authority of Singapore, berlangsung 14 November-4 Desember 2007.

Dengan kata lain, menurut Daniela, media massa konvensional, khususnya di negara- negara berkembang macam Indonesia memang harus melakukan perubahan secepat mungkin, tetapi tetap tidak boleh juga melupakan audiens mereka dari kalangan generasi yang lebih tua.

"Saya pikir perubahan harus dilakukan walaupun saya sendiri sulit memprediksi apakah media lama macam surat kabar sudah akan hilang atau tidak diminati lagi dalam 20 tahun ke depan atau tetap bertahan. Mungkin di masa depan surat kabar tidak lagi dalam bentuk yang sekarang, melainkan sudah berubah menjadi format surat kabar elektronik yang jauh lebih maju," ujar Daniela.

Lebih lanjut, dalam diskusi juga dibahas soal perkembangan TI terkait keberadaan media baru. Produk film sekalipun saat ini dapat dengan cepat sampai ke konsumen atau audiens di berbagai negara dengan berbagai macam latar belakang kultur.

Dalam diskusi, Wakil Presiden MediaCorp Technologies Pte Ltd Singapura Kenneth Lee meyakini pada masa mendatang keberadaan internet masih akan terus menjadi media unggulan dan terus berevolusi menyesuaikan diri dengan kebutuhan para konsumen atau audiensnya.

Selain itu, Kenneth meyakini orang akan semakin mengubah konsep mereka, khususnya terhadap keberadaan media tradisional. Hal itu mulai tampak ketika semakin jarang orang menonton televisi pada saat tayang utama (prime time). Dengan begitu, para praktisi televisi harus mulai mempertimbangkan bagaimana bisa segera mengatasi ketertinggalan.

Menurut Kepala Mobile TV and Video Experiences Nokia Asia Pasifik Pawan Gandhi, kehadiran media baru di tengah masyarakat dipastikan menimbulkan perombakan besar-besaran pada kebiasaan orang. Misalnya, yang sebelumnya membaca koran atau menonton televisi dalam satu ruang keluarga bersama-sama, menjadi lebih individual.

NETIZEN



Menangkap Hal-hal Sepele


PEPIH NUGRAHA

Pernahkah terbayangkan sesosok penampakan menyerupai manusia melayang di pepohonan menjadi foto sekaligus berita utama media massa?

Kalau membuka media online STOMP di alamat www.stomp.com.sg, Anda mungkin baru percaya bahwa itulah berita! Apakah itu berita dan foto peristiwa yang ditulis wartawan profesional? Bukan, itu berita yang dibuat warga biasa!

Suka tidak suka, sebanyak 7.843 warga Singapura telah melihat foto penampakan yang dikirim seorang pewarta warga alias citizen reporter (netizen) dan muncul pada STOMP hari Kamis, 29 November itu. Netizen itu menamakan dirinya STOMPer Lachinos dan memberi judul foto beritanya ’Pontianak’ In Tampines?

Kata "pontianak" di sini maksudnya "kuntilanak", yang di Singapura dipercaya sebagai makhluk halus berwujud perempuan berambut panjang yang bisa terbang melayang. Ada 43 pengunjung yang mengomentari berita dan foto yang diambil pukul 11 malam, Rabu, 21 November lalu di Tampines itu.

Ada yang berkomentar bahwa itu hanyalah foto tipuan dan hanya sekadar mencari sensasi saja. Tetapi uniknya, ada pula yang memercayai foto yang ditampilkan di rubrik "Singapore Seen" itu sebagai sebuah kebenaran dan kenyataan yang ada di sekeliling mereka.

Masih pada hari yang sama, sebuah foto yang memperlihatkan sepasang kekasih yang sedang maaf, berciuman, di depan umum di sebuah rumah sakit, dibaca 6.035 pengunjung dan 54 di antaranya meninggalkan komentar. Foto dari ponsel berkamera milik STOMPer Z itu ditanggapi secara beragam. Mulai kecaman sampai menganggap hal itu fenomena biasa saja di Singapura.

Inilah berita online dalam dunia maya di internet: berita yang dibuat warga biasa, bukan berita yang dibuat wartawan profesional dari sebuah media massa mainstream. Soal apakah berita itu bernilai, katakanlah penting atau menarik, itu bisa diperdebatkan kemudian.

Versi warga

Yang menarik, berita versi warga itu justru diwadahi oleh koran berpengaruh di Singapura, The Straits Times. STOMP sendiri kependekan dari Straits Times Online Mobile Print. Lalu, bagaimana mungkin sebuah institusi media massa konvensional bisa mewadahi berita, foto, dan video dari warga biasa? Itulah kenyataannya.

STOMP yang bisa berarti "mengentakkan kaki" benar-benar mengintegrasikan konten informasi dan aktivitas warga yang saling berinteraksi dalam tiga platform, yakni cetak, online, dan mobile. Dengan tiga platform itu, memungkinkan STOMP berinteraksi dengan warga Singapura dengan cara baru yang lebih menarik. Tidak seperti media massa mainstream yang pasif!

Dengan menempatkan warga biasa sebagai pewarta, berita yang muncul tidak lagi berita yang dibuat wartawan dan disusun para editor yang seperti tidak mau tahu dengan apa yang ditulisnya. Berita berasal dari warga dengan interaksi berupa komentar pembaca secara lebih akrab, hangat, dan terbuka.

Cara ini berbeda dengan berita yang lahir dari dapur newsroom media massa mainstream yang sering dituding sebagai pihak yang semena-mena "menyuntikkan" informasi, tidak peduli apakah informasi itu dibutuhkan masyarakat atau tidak. Tidak ada interaksi di sini, kecuali dalam skala terbatas, seperti surat untuk redaksi atau letter to the editor.

Sementara berita yang dibuat warga dan ditampilkan secara on-line seperti STOMP, justru terbuka untuk dikomentari warga yang tersambung ke internet, baik melalui komputer pribadi maupun ponsel mobile mereka.

Percakapan di antara warga menjadi berita tersendiri sehingga tidak keliru adagium yang mengatakan bahwa "berita adalah percakapan". Si penulis berita sebagai saksi atas peristiwa yang direkamnya bisa larut di antara para pembaca. Lantas, menjawab komentar bila perlu.

Dirangkul atau dijauhi?

The Straits Times jelas-jelas merangkul keberadaan pewarta warga atau netizen, bukan malah menjauhinya, apalagi menempatkannya sebagai pesaing. Tidak nyinyir dan mengolok-olok berita yang ditulis warga biasa sebagai informasi sampah. Dan, The Straits Times tidak sendiri.

Tengok jaringan televisi CNN yang memiliki i-Report bagi para pewarta warga yang mengirimkan foto maupun video. Di Yahoo! ada "People of the Web" untuk cerita dan "You Witness News" untuk foto dan video. Di BBC ada "Eyewitness Tale" dan "Survivor Amateur Videos". MSNBC punya "Citizen Journalists Report". Uniknya, kantor berita Reuters online pun memberi tempat bagi pewarta warga yang mengirimkan peristiwa yang dialami dan direkamnya.

Citizen journalism dengan ribuan netizen-nya kini bukan lagi sekadar teori, tetapi sudah menjadi kenyataan. Dengan bermodalkan ponsel berkamera, warga sudah bisa mengirimkan foto (images) atau video ke media massa online atau bahkan blog milik sendiri. Tidak aneh kalau media massa mainstream pada suatu masa "kegerahan" juga atas hadirnya para pewarta warga ini.

OhmyNews yang dikembangkan Oh Yeon-ho di Korea Selatan sering dijadikan contoh klasik berhasilnya media massa alternatif para pewarta warga. Di Tanah Air ada Wikimu dan Panyingkul yang secara sadar "merekrut" dan mendidik warga biasa untuk dijadikan pewarta warga. Akan tetapi, keberadaan keduanya berdiri sendiri, tidak terkait dengan media massa mainstream, sama dengan apa yang dilakukan OhmyNews.

Bahwa media massa mainstream yang berkonvergensi atau bertransformasi menjadi media massa online kini membuka pintu atas kehadiran para pewarta warga dan memberinya tempat, itulah kecenderungan yang tengah terjadi sekarang ini.

Meski belum terlalu berkembang, di Kompas online yang beralamat di www.kompas.com, cikal bakal netizen pun sudah ada di rubrik "Community". Dalam skala tertentu, ia berisi laporan warga meski baru berupa gerundelan atau unek-unek personal yang belum bisa disebut sebagai citizen journalism seutuhnya.

Akan tetapi, semangat dari pewarta warga adalah menangkap serta merekam hal-hal sepele atau remeh-temeh mengenai peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Mulai perilaku warga yang merokok dan meludah di sembarang tempat, parkir yang tidak benar, bermesraan di tempat terbuka, sampai peristiwa penampakan versi STOMP tadi. Memang sepele, tetapi itulah berita!

"Universitas" bagi Netizen



Tidak pernah diduga sebelumnya, suatu saat sekolah besar dan lengkap bagi para pewarta warga atau citizen reporter (netizen) akan berdiri. Inilah sekolah bagi para calon pewarta warga yang diberi nama OhmyNews Citizen Journalism School atau OCJS.

Dari namanya sudah dapat ditebak, sekolah ini milik Oh Yeon- ho, pendiri koran online independen di Korea Selatan, OhmyNews—koran online pertama yang merekrut warga sebagai reporternya. Oh ingin menunjukkan bahwa warga biasa, selain bisa menjadi pewarta warga, juga bisa bersaing secara profesional dengan wartawan sungguhan dari berbagai jenis media mainstream, yakni media cetak, elektronik, maupun sesama media online.

Dalam urusan berita, jangan pernah main-main dengan warga biasa!

Demikian pesan yang ingin disampaikan dengan berdirinya OCJS di sebuah wilayah, 90 menit perjalanan menggunakan mobil dari Seoul, ibu kota Negeri Ginseng ini. Sebuah bangunan yang dulu kesepian selama 10 tahun, dengan dana sekitar Rp 4 miliar, direnovasi menjadi pusat pendidikan komunitas pewarta warga. Di sini warga biasa, mulai dari remaja sampai yang berusia senja, dapat belajar menciptakan konten berita online secara mandiri.

Didesain sebagai "pusat pengetahuan kolaboratif", OCJS yang dibuka 24 November lalu bakal mendidik sekitar 60.000 pewarta warga yang diklaim sebagai netizen OhmyNews. Kini setiap warga Korea Selatan mendapatkan kesempatan mengasah kemampuan mereka menciptakan konten berita.

Jurnalistik

Fakultas jurnalistik di mana pun boleh iri dengan OCJS yang memiliki luas 9.509 meter persegi ini dalam hal kelengkapan belajar-mengajar. Ada tiga ruang kelas yang masing-masing bisa menampung 100 siswa. Ada ruang makan yang dilengkapi hotspot sehingga bisa terkoneksi ke internet setiap saat. Ada pula tempat rekreasi dan fasilitas olahraga luar ruang.

Silabus pelajaran pun tidak kalah dari fakultas jurnalistik yang meluluskan wartawan sungguhan yang kelak bekerja di media massa konvensional. Mulai kelas yang mengajarkan cara kerja wartawan, teknik wawancara, teknik menulis berita, workshop bagi reporter netizen baru, hingga penggunaan kamera digital untuk foto dan video.

Ada juga kelas bagi para eksekutif bermodal yang tergerak memutarkan uangnya di bisnis media. Bagi manajer yang gagap menulis, juga diwadahi di kelas tersendiri.

Uniknya, para pengajar berasal dari pewarta profesional berbagai media massa mainstream, mulai dari wartawan media massa cetak, radio, hingga televisi. Ini masih ditambah pengajar dari pewarta warga senior OhmyNews. Tentu saja Oh Yeon-ho sebagai pendiri, sekaligus pemilik OhmyNews, berkesempatan tampil khusus untuk memberi motivasi bagi calon pewarta warga.

Kalau sudah begini, persaingan terbuka dalam hal kapabilitas, akurasi, serta kecepatan antara wartawan sungguhan dari media massa mainstream dan pewarta warga dari media massa alternatif segera dimulai. Setidak-tidaknya di Korea Selatan. (PEP)

Pendidikan Anak



Membuat Patuh Tak Perlu dengan Kekerasan


Jakarta, Kompas - Untuk membuat anak menjadi patuh kepada orangtua tak perlu menggunakan kekerasan. Anak harus diajak berdialog dan kerja sama.

Demikian diungkapkan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi di Jakarta, Jumat (28/12). Menurut Seto, menggunakan kekerasan untuk mendidik anak adalah cara yang salah.

Ia mencontohkan, jika anak melakukan kesalahan, orangtua justru wajib bertanya dan membantu anak memperbaikinya. Namun, biasanya para orangtua justru menjewer telinga anak yang kemudian meningkat ke bentuk kekerasan lainnya.

Dari data Komnas PA, tahun 2007 ada 1.520 kasus kekerasan terhadap anak, yaitu kekerasan fisik (346 kasus), seksual (532 kasus), dan psikis (642 kasus).

Survei oleh Badan Pusat Statistik dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2006 menunjukkan ada 2,29 juta anak menjadi korban kekerasan. Dari jumlah itu, sebesar 51,9 persen karena anak tidak patuh.

"Orangtua memang harus tegas dalam mendidik, tetapi tegas bukan berarti keras," kata Seto. Jika anak diperlakukan keras dan dipaksa menuruti semua perintah orangtua, anak akan sama halnya dengan robot.

Psikolog anak dan play therapist Maike Tedjasaputra mengatakan, cara mendidik anak dengan kekerasan sudah membudaya dan sulit dihentikan. Orangtua, kata Maike, harus belajar tak bersikap otoriter. Orangtua harus peka dan selalu berkomunikasi dengan anaknya. Sikap ini harus dilakukan orangtua saat anak berusia 9-12 tahun. "Pada usia itu sifat anak yang menonjol adalah pemberontak," ujarnya. (A04)

Sunday, December 23, 2007

Posesif Vs Tindak Kekerasan


Sawitri Supardi Sadarjoen psikolog


Orang posesif adalah orang yang memiliki kecenderungan menahan dan mengikat apa pun yang dia rasa dia miliki, baik berupa obyek materi, seperti rumah, mobil, dan perhiasan, maupun subyek nonmateri, pacar, suami/istri, anak, dan ibu.

Orang ini akan melindungi miliknya dengan segala daya dan upaya. Tidak satu pun orang lain dibolehkan, katakanlah, menyentuh atau bahkan memandang sekalipun. Dia adalah juga orang yang kikir/pelit.

Yang menjadi persoalan adalah sikap posesif yang ditujukan pada subyek nonmateri, situasinya menjadi semakin kompleks. Penyebabnya, subyek nonmateri adalah seseorang yang bernyawa, punya kemauan dan punya kebutuhan yang sifatnya personal, sehingga subyek nonmateri tersebut akan bereaksi dan selalu berupaya memenuhi kebutuhan dan kemauannya sendiri pula.

Peluang terjadi bentrokan menjadi besar. Sikap posesif tersebut secara ekstrem akan tertuju kepada pacar/istri. Cinta, perhatian, waktu, dan konsentrasi pacar/istri hanya boleh ditujukan kepada dirinya seorang.

Kasus

"Aduh, Bu, dada saya sesak sekali rasanya. Sejak pacaran dengan si B saya benar-benar dibuatnya tidak bebas. Dia setiap hari me-"nongkrongi" saya, entah saat saya kuliah, belajar bersama teman, pergi ke tempat kebugaran, sampai berkunjung ke rumah nenek pun tahu-tahu dia sudah ada di halaman rumah nenek, menunggu saya dan siap mengantar saya pulang.

Saya punya beberapa teman belajar yang akrab sehingga terkadang kami bercanda saling dorong, saling tepak, tanpa maksud-maksud buruk. Namun, sambil menunggu saya selesai belajar, rupanya dia memerhatikan polah teman-teman saya.

Sepulang dari belajar, pasti saya kena damprat. Dia marah, kelihatan sangat cemburu, dan menuduhkan hal-hal yang tidak masuk akal. Pada awalnya, saya berani melawan dengan menantangnya untuk "putus", tetapi apa yang dia lakukan? Dia tampar saya, dia sodok pinggang saya sampai saya betul-betul kesakitan.

Kalau saya sudah menangis kesakitan, dia akan minta maaf dan memohon-mohon untuk tidak diputuskan. Dia bilang sangat mencintai saya dan tidak bisa melanjutkan hidup tanpa saya.

Kalau sudah sedemikian rupa, saya menjadi trenyuh dan sering terayu kembali sehingga tidak tega memutuskan karena dia memohon sambil menciumi kaki saya dengan menangis pula. Kami berbaikan kembali. Hal ini terjadi berulang kali.

Pada dasarnya saya juga sangat mencintainya, saya juga takut putus hubungan dengannya, jadi selalu sambung lagi-sambung lagi walaupun saya sering sangat tersiksa, terkekang oleh perlakuannya.

Ibu, hal lain yang ingin saya ceritakan adalah kecuali menyiksa fisik, tidak segan pula dia memaki dan mencerca saya. Sering saya dikata-katai seperti "dasar lonte", "dasar pelacur", dan banyak lagi kata-kata kotor lainnya. Kalau dia mencintai saya, kok begitu perlakuannya, ya, Bu?

Apa yang harus saya lakukan, Bu? Apakah saya harus menikah dengannya? Tetapi, kalau saya tidak menikah dengannya, bagaimana keadaan saya, Bu? Terus terang saya sudah melakukan hubungan intim dengannya, siapa lagi laki-laki yang mau menikahi saya, Bu?" Demikian S (22), mahasiswa semester 6 dengan bercucuran air mata.

Dinamika

Orang posesif pada dasarnya adalah orang yang tidak yakin diri, tidak percaya diri, sehingga bila ada yang mencintainya dan mau menerima dirinya sebagai pacar, maka dia akan menguasai pacarnya karena selalu diliputi ketakutan kehilangan rasa cinta pacar.

Dia tidak ingin hubungannya terganggu kehadiran orang lain, apalagi orang laki-laki. Dia akan membatasi pergaulan pacarnya, mengawasi perilaku pacarnya, dan merasa cemburu sekali bila dia melihat pacarnya bahkan hanya tersenyum sekalipun dengan kawan lawan jenis yang bertemu di jalan.

Keinginannya membuat pacarnya jera melakukan perilaku yang tidak diinginkannya dinyatakan dengan hukuman fisik dan mental. Dia berharap dengan demikian, pacarnya akan patuh walaupun karena takut dipukul olehnya. Orang posesif yang sangat mencintai pacarnya dan merasa kurang diperhatikan pacarnya justru membuat dirinya sering terpicu melakukan tindak kekerasan, baik yang bersifat emosional dan/atau fisik dengan tujuan membuat pacarnya jera.

Solusi

Masalah yang dihadapi S memang masalah yang benar-benar sulit. Di satu sisi S mencintai pacarnya, pada sisi lain dia sekaligus meragukan sejauh mana rasa cinta kasihnya diterima pacarnya mengingat dalam kenyataannya bukan rasa tenteram berdampingan dengan pacar, melainkan tegang oleh gugatan perilakunya yang tidak disetujui pacarnya, kecemburuan tanpa dasar, dan sering berakhir dengan cercaan bahkan hukuman fisik.

Masalah menjadi sangat dilematis karena S telanjur melakukan hubungan intim dengan pacar yang posesif tersebut.

Alternatif solusi yang harus S lakukan antara lain sebgai berikut.

1. Bila mungkin, ajaklah pacar berkonsultasi pada psikiater atau psikolog klinis agar kesulitan psikologisnya dapat terbantu.

2. Berikanlah ancaman tegas untuk putus bila terjadi tindak kekerasan satu kali lagi disertai daya yang kuat untuk memantapkan ketegaran batin diri S sendiri bila benar-benar putus hubungan mengingat S pun merasa sangat mencintai pacarnya tersebut.

3. Bila pacarnya menuntut hubungan intim, S harus menolak tegas dengan pertimbangan peluang masalah akan semakin rumit bila dari hubungan tersebut terjadi kehamilan di luar nikah.

4. Yang paling tepat adalah segera memutuskan hubungan dengan tegas karena bila sebagai pacar dia sudah berani melakukan tindak kekerasan, peluang untuk perilaku yang semakin sadis akan terbuka lebar saat terikat tali pernikahan.

Cemburu memang bukti cinta kasih, tetapi cemburu berlebihan dengan dasar posesif merupakan salah satu gejala gangguan mental yang bisa mencelakakan pasangan.

Jadi, waspadalah dalam memilih pasangan dan waspadalah terhadap penyesalan kemudian oleh hubungan intim di luar ikatan pernikahan.

Ketegasan Sikap SBY:


Kita Bukan "A Nation In Waiting"


Julius Pour


"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan sosok pemimpin yang teguh sikapnya. Sewaktu Indonesia berubah jadi demokratis, maka kepemimpinannya langsung dihadapkan kepada ujian penting. Menghadapi kenyataan bahwa dia memimpin bangsa majemuk dalam etnis dan keyakinan agama, maka rakyatnya membutuhkan gaya kepemimpinan yang tenang dipadu ketegasan sikap. Banyak kritik sering dilontarkan dan menganggap dia peragu dan tidak pernah berani memanfaatkan mandat mutlak yang pernah diperolehnya dari kemenangan dalam pilpres tahun 2004".

Bagaimanapun, saya tidak merasa ragu, Yudhoyono beserta kabinetnya akan bisa menangani segala persoalan dengan cara santun. Pada sebuah negara berpenduduk lebih dari 230 juta, tidak semua energi harus diboroskan menjawab semua tantangan. Isu dan sasaran perlu dicermati serta dikoordinasikan sebaik mungkin dalam menangani. Ketegasan sikap ini terbukti ketika dia berani memangkas subsidi BBM, memilih Panglima TNI, mempertahankan Helsinki Accord (untuk menyelesaikan pergolakan Aceh) berikut keputusan mengimpor beras meski negaranya agraris, termasuk keberanian menumpas gerakan separatis, hanya contoh kecil dalam gaya kepemimpinannya".

Kutipan artikel di atas berjudul "Yudhoyono-A Man of Mettle", ditulis oleh Yenny Zanuba Wahid, dimuat koran The Straits Times Singapura edisi 11 Agustus 2006. Artikel tersebut, bersama sejumlah pidato dan artikel serta komentar sekitar kepemimpinan SBY, kini dibukukan dalam judul Indonesia on the Move. Buku setebal 335 halaman itu diterbitkan PT Bhuana Ilmu Populer dan akan diluncurkan Jumat pagi, 28 Desember, sekaligus menandai pembukaan Toko Buku Gramedia di Jalan Matraman, Jakarta.

Waktu terus berlalu

Yenny Wahid menulis artikelnya ketika masih menjabat sebagai "...a political communications staffer for President Susilo Bambang Yudhoyono and director of Wahid Institute". Maka pertanyaan paling menarik tentu saja adalah apakah pendapatnya masih tetap berlaku? Sebab waktu terus berlalu dan kini dia sudah tidak lagi menjabat sebagai staf Presiden. Sesudah secara sukarela dia mengundurkan diri dari posisi itu karena Yenny ditunjuk menjadi Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa, parpol yang didirikan KH Abdulrrahman Wahid, ayah kandungnya.

"Kepresidenan merupakan jabatan politik tertinggi dan posisi yang menuntut tanggung jawab besar sekaligus bisa ikut membentuk sejarah. Ketika masyarakat mengikuti pilpres pertama yang dilaksanakan secara langsung tahun 2004, mereka sebenarnya sedang menulis lembaran baru dalam sistem politik kami. Sebuah titik penentuan yang tidak mungkin terulang kembali dalam perjalanan transisi menuju kehidupan demokratis", tulis Presiden SBY dalam kata pengantar untuk buku ini.

Sementara itu, Dr Dino Patti Djalal selaku editor melukiskan, "Presiden selalu mengingatkan saya, memimpin pemerintahan beda dengan kampanye, sebab bukan kontes mencari popularitas. Meski demikian, dia menegaskan, mengelola pemerintahan dan menangani kampanye memiliki persamaan dalam meraih sekaligus berusaha menjaga kepercayaan rakyat. Oleh karena sekali kepercayaan tersebut menyurut, maka hari-hari terakhir kekuasaan tinggal bisa dihitung dengan jari".

Dalam buku ini SBY menjelaskan, setiap kali melakukan tatap muka dengan segala lapisan masyarakat, mereka selalu menyerukan kata-kata, jangan mundur, teruskan, kita pasti mampu, bersama kita bisa. Kepercayaan mereka kepada prinsip demokrasi dan reformasi, berikut harapan untuk bisa meraih kehidupan lebih baik, sesuai janji kampanye saya, yakni tekad membangun demokrasi, tegaknya hukum, kemakmuran, menjaga keamanan, memberantas korupsi, menyelesaikan konflik dan membangun sosok terhormat dalam dunia internasional.

Karena alasan-alasan tersebut SBY menegaskan, dalam setiap kesempatan, baik di dalam negeri maupun di forum antarbangsa, "...saya bertekad mengartikulasikan keinginan bahwa Indonesia merupakan bagian dari masyarakat dunia, berdasar persamaan hak, harmoni dan membina kerja sama".

Enam bagian plus komentar

Buku menarik ini terbagi dalam enam bagian. Diawali dengan pembicaraan sekitar persoalan pembangunan bangsa, yaitu demokrasi dan reformasi, kemudian refleksi tentang Islam, penanganan konflik, pembangunan ekonomi dan MDGs (Tujuan Pembangunan Abad Milenium), peristiwa internasional serta bagian yang disebut sebagai pidato pribadi. Semua itu kemudian ditambah sejumlah artikel dan hasil wawancara, melengkapi kutipan komentar singkat dari berbagai tokoh sekitar sosok SBY yang tersebar di sana-sini.

Dari keenam bagian tersebut, porsi terbanyak, tujuh buah, terdapat pada peristiwa internasional. Adapun porsi paling kecil, hanya satu, mengenai pembangunan ekonomi dan MDGs dikutip dari pidato SBY di Columbia University, New York, AS, tanggal 13 September 2005, Perspective on the MDGs and the way forward to 2015.

Memang, sedikit bukan otomatis kurang perhatian.

Akan tetapi, bahwa dari 21 pidato yang disampaikan SBY dalam berbagai kesempatan—sejak pidato di Banda Aceh sampai di depan Nobel Institute di Oslo, Norwegia, mulai pidato di Islamic University of Imam Muhammad bin Sa’ud di Riyadh, Arab Saudi, hingga di Sidang Majelis Umum PBB di New York AS—editor ternyata hanya menampilkan satu topik mengenai masalah ekonomi tentu bisa memancing pertanyaan, begitu kecilkah minat SBY dalam persoalan pembangunan ekonomi?

Tidak ada penjelasan dari editor, mengapa terjadi demikian. Justru penjelasan panjang mereka sampaikan bahwa buku tersebut juga mengikutsertakan pidato terpenting SBY, peringatan 61 tahun kelahiran Pancasila. Saat SBY menegaskan sikap dalam mempertahankan Pancasila sambil menyatakan, Indonesia adalah negara majemuk berdasar prinsip kebebasan, menghargai keragaman dan toleransi. "Dalam konteks meluasnya wacana sekitar isu di atas, maka pidato tadi lantas sangat bermakna", begitu editor menyampaikan catatan.

Selera memang tidak bisa diperdebatkan.

Begitu juga dalam memilih mana pidato terpenting dan mana kurang penting. Tetapi, akibat pilihan yang kurang seimbang terasa ada bagian yang tampak diberi porsi jauh lebih besar, semisal penyelesaian soal Aceh. Tentu saja benar sangat luas, ruwet sekaligus dramatis, sejak penyelesaian Gerakan Aceh Merdeka (GAM) hingga menghadapi amukan tsunami. Namun apa pun itu, Aceh dan juga soal di sana yang memang telah terselesaikan hanya bagian dari persoalan jauh lebih besar dan masih harus dihadapi SBY.

Rakyat menunggu keajaiban

Memang, penyelesaian soal Aceh menjadi salah satu kisah sukses dalam masa kepemimpinannya. Dalam wawancara khusus dengan Asia Inc bulan Juni 2006, SBY secara terbuka menyatakan, "Saya sangat gembira bisa ikut menangani perjanjian damai di Aceh, menghadapi krisis akibat tsunami, bencana gempa bumi di Jawa dan memenuhi janji saya untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih. Sehingga saya berharap, bisa memenuhi kepercayaan rakyat".

"Ketika mulai menjabat presiden, keinginan utama saya melakukan reformasi dan membangun kembali Indonesia. Orang luar menggambarkan Indonesia a nation in waiting, maka saya bertekad mengubah persepsi itu. Saya sangat berharap, setelah semua kebijakan saya nanti tuntas, maka semua pihak akan bisa berkata, Indonesia is a nation on the move. Dengan demikian tekad saya tetap, melanjutkan pembangunan, meneruskan demokratisasi, dan membangun kembali perekonomian".

Dengan jujur SBY juga mengungkapkan, "Beban berat bagi seorang presiden, tahu banyak mengenai hal yang harus ditangani dan begitu tinggi harapan masyarakat. Namun pada sisi lain, terpaksa menghadapi kenyataan sangat sedikitnya waktu dan kecilnya sarana untuk bisa diajak. Rakyat senantiasa mengharapkan munculnya pencipta keajaiban, sedangkan saya seorang manusia biasa yang berusaha bekerja sebaik mungkin demi sesama sambil berharap tidak dilupakan oleh catatan sejarah".

"Saya memimpin Indonesia ketika bangsa ini sedang menghadapi tahun-tahun paling mencekam. Mungkin itu sudah suratan nasib. Tetapi sebagai seorang pensiunan jenderal, saya tidak akan pernah menyerah dan justru selalu berusaha mencari solusi atas semua yang sedang dihadapi. Saya selalu bertekad mengubah impossible jadi possible…".

Buku ini sangat penting dibaca untuk para pengamat serius masalah politik dan ekonomi Asia, kata Steve Forbes, CEO Forbes Inc. Saya ikut mendukung pendapat ini. Bahkan sebenarnya, bukan hanya penting untuk pengamat dari luar, tetapi juga bagi warga masyarakat Indonesia agar mereka bisa lebih mengenal sosok SBY berikut apa kerjanya selama ini. Maka saya lantas bertanya, mengapa buku ini justru (hanya) diterbitkan dalam bahasa Inggris? Apakah SBY hanya ingin berdialog dengan orang luar dan melalaikan masyarakat pendukung dan yang tentunya ingin dia ajak mewujudkan, apa yang impossible menjadi possible?

Julius Pour Wartawan dan Penulis Buku

Saturday, December 22, 2007

Peran Penting Seorang Ibu



Oleh : Nini Marhaeni Jasmin Ali

Staf Fakultas Komunikasi Jurusan Ilmu Periklanan IISIP Jakarta.


Tantangan yang dihadapi pada masa jahiliyah dahulu adalah masyarakat yang bobrok, bodoh, dan terbelakang. Tantangan Islam pada masa kini adalah menghadapi paham-paham materialisme. Dalam menghadapi masalah tersebut, dunia memerlukan seorang wanita. Peran wanita merupakan titik pusat yang strategis dalam pembentukan generasi di masa yang akan datang.

Perjuangan seorang ibu merupakan bentuk perjuangan pada modern sekarang ini. Bagaimanakah wanita Islam menghadapi tantangan masa kini? Hadis riwayat Bukhari dan Muslim menyatakan, "Kaum wanita itu bagaikan tulang rusuk yang melengkung. Jika kamu paksakan meluruskannya, berarti hanya akan mencari kepuasan daripadanya, tentu kamu hanya akan peroleh kepuasan. Sedangkan ia tetap melengkung.

Tulang rusuk adalah tulang penyangga yang amat penting bagi tubuh dan menjadi pelindung terhadap bagian organ-organ lain yang amat berarti dalam tubuh. Pada zaman sekarang ini banyak kaum ibu mempunyai peran ganda. Peran ganda yang dimaksudkan adalah sebagai ibu dalam rumah tangga dan seorang ibu sebagai pekerja di luar rumah. Meskipun kita semua tahu wanita bukanlah manusia super yang dapat mengerjakan urusan 'dalam' dan 'luar' secara serempak dan semua sama baiknya. Keberhasilan wanita membawakan perannya perlu ditopang instuisi-instuisi penunjang. Islam tidak melarang seorang wanita untuk bekerja di luar rumah dalam mencari nafkah bagi keluarga. Bahkan,

Islam pun tidak membedakan antara wanita dan laki-laki bekerja dalam mencari nafkah. Dalam lapangan kerja dan memperoleh hasil kerja, Islam menunjukkan persamaan. Dalam Alquran Surat 5 : 33-35 Allah berfirman, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, lelaki dan perempuan yang Mukmin, lelaki dan perempuan yang tetap ketaatannya, lelaki dan perempuan yang berpuasa, lelaki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang yang menyebut (nama) Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. Tapi Islam memberikan tatanan yang sempurna bagi penganutnya.

Wanita Islam diberikan kesamaan ruhani dan intelektual yang penuh sama seperti kaum laki-laki. Wanita Islam dianjurkan mengamalkan perintah Allah dan menambah kecerdasan intelektualnya sepanjang hidupnya. Tetapi, dalam Islam telah ada aturan-aturan perbedaan antara pria dan wanita. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari struktur tubuh. Tubuh seorang wanita yang hamil, melahirkan anak, merawatnya serta menyusui, pastilah sangat berbeda dengan tubuh seorang lelaki yang tidak menanggung semua beban; struktur hormonal.

Menjaga kodrat
Ada satu hal yang amat sangat dibanggakan oleh seorang ibu di mana seorang pria tidak akan lahir tanpa dikandung oleh ibunya selama sembilan bulan sebagaimana tidak mungkin disusui dan dididik agar menjadi cerdas dan pintar. Dalam hal ini kewajiban kaum ibu tidak dapat dilakukan oleh kaum pria sekalipun ia adalah seorang yang jenius.

Memasuki abad yang makin banyak cobaan seperti meningkatnya harga kebutuhan sehari-hari, banyak korban PHK, anak-anak korban narkoba, peran seorang ibu sangatlah diperlukan sebagai penyejuk dalam memperkuat rasa keimanan. Seorang ibu rumah tangga haruslah dapat memfungsikan dirinya laksana perhiasan yang melekat pada diri pemakainya. Istri haruslah menjadi penyejuk, penyedap, memberi pesona dan memberi semangat hidup bagi suami dan anak-anaknya.

Islam memandang wanita pada posisi keibuan. Seorang ibu yang baik akan membesarkan anaknya dengan penuh kesabaran dan kegairahan hidup. Seorang ibu sebagai pekerja di luar rumah dalam kesehariannya meninggalkan tanggung jawab pada suami dan anaknya. Betapa tidak, keluarnya seorang ibu dari rumahnya untuk bekerja berarti membutuhkan seorang pembantu untuk membersihkan rumah. Dia juga memerlukan seorang pendidik untuk mendidik anak-anaknya?

Sah-sah saja seorang ibu bekerja di luar rumah demi mencukupi berbagai kebutuhan keluarga (sandang, pangan dan papan). Tapi, selama bekerja, seorang ibu harus tetap menjaga kodratnya. Para ibu harus tetap menjadi ibu yang selama dua tahun harus menyusui dan merawat anaknya (bayinya), mengurusi segala kebutuhan, dan mendidiknya. Di samping itu, masih pula pekerjaan rumah yang harus dikerjakan demi kelangsungan dan kebahagiaan keluarganya Jika hal ini ditinggalkan, maka dia akan menjadi bencana bagi segenap keluarganya.

Dari rahim seorang ibunlah Allah menitipkan janin yang lemah lembut untuk dilahirkan sebagai manusia. Rahim adalah tempat yang paling aman dan damai serta kokoh bagi perkembangan janin selama sembilan bulan. Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Setiap bayi itu dilahirkan selaras dengan fitrah (merdeka dan bersih dari segala pengaruh buruk) sampai lisannya menyatakan sendiri.

Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani dan Marjusi.” Keluarga berperan mengisi lembaran 'kertas putih' ini. Bila si anak kemudian terlempar ke daerah yang salah atau ke tingkat yang merusak orang lain, maka 'si penulis' pertama (dalam gal ini adalah keluarga) yang dianggap bersalah. Setelah dilahirkan dari rahim, ibunya berkewajiban menyusui anaknya. Islam menetapkan hak anak dalam penyusuan.

Allah menyebutkan bahwa kesempurnaan penyusuan adalah dua tahun penuh. Islam dengan demikian menuntut ibu melaksanakan fungsi keibuan sebaik-baiknya. Ketika Nabi Muhammad ditanya tentang siapa yang paling patut dihormati dan diperlakukan sebaik-baiknya, Nabi menjawab, "Ibumu." Jawaban ini diulang sampai tiga kali, sebelum Nabi menyebut, "Bapakmu.” Anak itu amanah Allah.

Jika kedua orang tua tidak menyempurnakan penjagaan dan didikannya serta menjadikannya rusak, kedua orang tua tersebut menerima amarah-Nya, karena telah menyia-nyiakan amanah-Nya. Dari penjelasan-penjelasan tersebut, dapatlah disimpulkan alangkah bahagianya menjadi seorang ibu. Namun, hendaklah setiap ibu tak pernah bosan untuk mawas diri. Sosok ibu tak lebih dan tak bukan adalah seorang wanita yang menjaga suami dan anak-anaknya senantiasa hidup dalam keluarga yang sakinah. Ibu adalah pondasi dalam rumah tangga.

Ibu dalam Untaian Sejarah


A Adaby Darban Dosen FIB UGM Yogyakarta


Sejauh ini perayaan Hari Ibu masih bersifat tradisonal. Pada hari istimewa tersebut para suami dan anak-anak akan membebaskan para Ibu dari tanggung jawab domestik. Selain itu mereka juga memberikan hadiah berupa kado, bunga, ataupun puisi.

Apa yang dilakukan sebenarnya mengikuti tradisi perayaan Mother’s Day di beberapa negara. Pada prinsipnya perayaan Hari Ibu di Eropa berasal dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronus, dan Ibu para dewa dalam sejarah Yunani Kuno. Peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan Maret. Amerika Serikat dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan dan Hongkong, memperingati Mother’s Day pada minggu kedua bulan Mei. Pada tahun 1870 aktivis sosial Julia Ward Howe mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara.

Konteks Indonesia
Sementara itu, Hari Ibu di Indonesia sesungguhnya merupakan momentum bersejarah yang menandai tonggak perjuangan perempuan pada tahun 1928. Tepatnya pada 22-25 Desember 1928 di Ndalem Joyodipuran Yogyakarta diselenggarakanlah kongres perempuan pertama untuk meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan. Sebagai organisasi yang ada di Yogyakarta, ‘Aisyiyah telah ikut mengambil bagian dan masuk dalam susunan pimpinan kongres. Dengan kehadirannya dalam kongres itu, maka secara langsung ‘Aisyiyah mendapat teman berjuang dari berbagai organisasi yang berasal dari berbagai daerah.

Siti Hajinah dan Siti Moendjiah adalah tokoh perempuan Indonesia yang terlibat dalam kongres perempuan pertama, mempunyai peranan yang penting dan memiliki kedudukan sama rendah berdiri sama tinggi dengan para tokoh organisasi wanita lainnya. Kedua tokoh tersebut menyumbangkan pemikirannya melalui pidatonya tentang Persatoean Manoesia dan Deradjat Perempoean.

Hasil keputusan kongres perempuan pertama tentang pembentukan badan perhimpunan yang bernama Persatuan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII) merupakan perwujudan dari usul ‘Aisyiyah. Usul ‘Aisyiyah yang lain untuk membuat majalah yang diterbitkan kongres juga disambut baik dan kemudian direalisasikan dengan terbitnya majalah ISTRI.

Kemudian dalam kongres perempuan kedua yang diselenggarakan di Semarang pada tahun 1935, dilontarkan gagasan agar pelaksanaan kongres perempuan pertama dinyatakan sebagai Hari Ibu. Gagasan tersebut selanjutnya direalisasikan pada kongres perempuan ketiga. Namun secara resmi penetapan Hari Ibu dikuatkan dengan Keputusan Presiden RI No 316 tertanggal 16 Desember 1950. Sejak saat itu resmilah tanggal 22 Desember sebagai hari nasional (tidak libur) yang perayaannya dilakukan di seluruh Indonesia.

Selanjutnya, muncul beragam aktivitas untuk merayakan Hari Ibu tersebut. Di Solo, misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan. Waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok. Sementara itu, ‘Aisyiyah sendiri, setelah kemerdekaan, memperingati Hari Ibu dengan melakukan beragam kegiatan untuk pemberdayaan kaum perempuan dan meningkatkan amal dalam berbagai aspek kehidupan.

Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung. Dan, bentuk-bentuk perjuangan tersebut tentu sangat berbeda dibandingkan dengan perayaan pada masa kini yang mencerminkan domestivikasi kaum perempuan dan lebih merupakan perayaan budaya konsumerisme.

Pada 22 Desember 1953 didirikan Yayasan Hari Ibu untuk memperingati seperempat abad Kesatuan Pergerakan Perempuan Indonesia. Yayasan tersebut menjadi tempat latihan perempuan menuju kemerdekaan ekonomi perempuan serta menjadi tempat bagi perempuan yang sedang bepergian menjalankan tugasnya. Kemudian, Kongres Perempuan Indonesia mengeluarkan lencana Hari Ibu, kalender peringatan seperempat abad Kesatuan Pergerakan Perempuan, buku peringatan seperempat abad Kesatuan Pergerakan Perempuan, Panji Hari Ibu, serta kartu pos Hari Ibu.

Di Jakarta Kongres Perempuan Indonesia mengesahkan berdirinya Bank Koperasi Wanita Indonesia. Sejak tahun tersebut panitia seperempat abad Kesatuan Pergerakan Perempuan Indonesia di bawah pimpinan Ibu Sri Mangoensarkoro dan Yayasan Hari Ibu, mengusahakan agar Hari Ibu tidak hanya dirayakan di Tanah Air, melainkan juga di kedutaan-kedutaan RI di luar negeri.

Pada 22 Desember 1968 Kowani memperingati Hari Ibu dengan rapat umum kaum perempuan dan lain-lain di pendopo kepatihan Yogyakarta yang dihadiri oleh (almarhum) Tien Soeharto dan sembilan istri menteri. Pidato sambutan presiden dibacakan oleh wakil presiden saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Beliau menekankan adanya harapan akan turut sertanya wanita dalam pembangunan. Di samping itu diadakan pertemuan dengan ibu-ibu tokoh 1928. Dalam perkembangan selanjutnya, yakni pada 1972 Kowani mengambil prakarsa untuk merayakan Hari Ibu dalam kalangan yang lebih luas.

Pada 22 Desember 2004, dalam puncak peringatan Hari Ibu, presiden RI mengatakan bahwa memperingati Hari Ibu mengandung makna merenungkan kembali posisi dan peran kaum wanita dalam membangun bangsa. Sejak dulu, kaum wanita tidak pernah absen dalam berjuang dalam merintis, merebut, dan mempertahankan kemerdekaan. Jasa-jasa itu tidak pernah dilupakan. Dengan semangat Hari Ibu harus diperkuat tekad dan semangat dalam meningkatkan kualitas dan peran perempuan dalam masyarakat.

Pada puncak peringatan Hari Ibu tahun 2006, presiden RI, mengatakan bahwa diselenggarakannya peringatan Hari Ibu pada tahun 2006 untuk mengenang kembali perjuangan kaum perempuan pada masa pergerakan kemerdekaan. Selain itu peringatan tersebut untuk mendorong kaum perempuan, agar bangkit mensejajarkan diri dengan kaum laki-laki, sehingga dapat meningkatkan karya dan mengabdikannya kepada bangsa dan negara.

Perjuangan dan keluarga
Diingatkan oleh presiden bahwa ketahanan keluarga perlu dijaga. Membangun suatu keluarga yang sakinah, mawaddah, warrohmah perlu diwujudkan. Tiga hal yang perlu diingat oleh kaum wanita adalah : (1) memelihara harmonisasi dalam keluarga; (2) dalam rumah tangga harus ada silih asih, silih asuh, silih asah; (3) ke manapun kita berkarya, rumah adalah keluarga. Hati kita adalah keluarga.

Meningkatkan peran kaum perempuan dalam upaya pemberdayaan dan kemajuan, janganlah hanya menggantungkan pihak lain. Perempuan harus dapat melakukan upaya pengembangan dirinya yang disebut self developement, menghidupkan self respect, menghormati diri sendiri, menjaga martabat sendiri, dan keyakinan diri.

Beragam cara memperingati Hari Ibu hendaknya membuat kita merenung kembali bagaimanakah kaum perempuan sesungguhnya telah berjuang. Setelah memahami sejarah Hari Ibu tentunya kita mulai berpikir mengenai makna peringatan Hari Ibu. Sudah saatnya kita mengubah konsep perayaan Hari Ibu. Semestinya pada perayaan Hari Ibu lebih ditekankan pada semangat perjuangan kaum Ibu dalam kongres perempuan pertama untuk membangun bangsa.

Ikhtisar

- Ditetapkannya Hari Ibu di Indonesia telah melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang, yakni sejak tahun 1928.
- Saat ini, perayaan Hari Ibu lebih banyak dilaksanakan dengan aktivitas yang lebih mendorong pada budaya konsumerisme.
- Perlu perumusan kembali perayaan Hari Ibu agar lebih sesuai dengan konteks perjuangan kaum perempuan di Indonesia.