Jakob Sumardjo
Mengapa manusia berkuku? Apa guna kuku-kuku pada manusia? Apa bedanya kuku manusia dengan kuku binatang? Apakah kuku manusia memiliki makna?
Itulah pertanyaan kekanak-kanakan yang sering sulit dijawab orang tua. Namun, anak-anak sering menanyakan hal-hal yang sulit dijawab orang tua. Pertanyaan anak-anak merupakan pertanyaan filsafat. Pa, mengapa mama menangis? Mengapa burung dapat terbang? Dari mana bayi di perut mama? Mengapa? Juga aneka pertanyaan tentang alasan "ada". Biasanya orang tua menjawab sekenanya: adik di perut ibu berasal dari burung bangau. Setelah tua jawaban ini menimbulkan pertanyaan baru: Burung siapa?
Kuku manusia
Mengapa manusia berkuku seperti harimau, beruang, atau burung? Mengapa kuku manusia tidak seperti kuku kerbau, kuda, gajah, atau kambing? Jika diperhatikan, binatang berkuku tunggal seperti kuda, domba, dan rusa adalah binatang-binatang korban. Binatang-binatang ini cenderung tidak membunuh binatang lain, apalagi sesamanya. Mereka ini binatang pemakan tumbuhan.
Namun, manusia, macan, dan beruang menggunakan kuku-kuku untuk mencakar, melukai makhluk lain. Kuku-kuku binatang itu menjadi alat untuk membunuh yang lain. Itulah binatang pemangsa, yang hidup dari memangsa makhluk lain, termasuk "binatang" manusia. Bahkan burung-burung pun menggunakan kuku-cakarnya untuk memangsa binatang lain.
Jika manusia sebagai "binatang" termasuk jenis macan, beruang, elang, maka kodratnya seperti macan dan beruang, suka mencakar, dengan kedua tangan ataupun kedua kaki. Jika tidak demikian, mengapa kuku manusia tidak tunggal seperti kerbau?
Binatang berkuku tunggal menggunakan kukunya hanya untuk pertahanan. Kuda akan menyepak jika disakiti. Binatang-binatang kuku tunggal bukan pemangsa, justru dimangsa.
Manusia dan macan termasuk makhluk agresif. Agresivitas kuku manusia ini masih tampak saat istri tua dan istri muda saling mencakar sampai berdarah-darah. Jadi, secara naluriah, kuku manusia sebagai alat penyerang.
Umumnya, untuk menyembunyikan bahwa manusia termasuk binatang pemangsa, ia selalu memotong kuku-kukunya setiap tiga-empat hari. Pemotongan kuku-kuku itu untuk menyembunyikan karakter aslinya bahwa mereka sebenarnya sejenis makhluk pembunuh. Benarkah manusia yang berkuku plural ini makhluk pembunuh?
Peribahasa
Kesadaran bahwa manusia itu tak lebih dari macan sudah ada di benak nenek moyang bangsa Melayu. Ada sejumlah peribahasa mengambil tema "kuku".
"Belum berkuku hendak mencubit". Maksudnya, belum memiliki kekuasaan sudah sok main kuasa. Karena kuku-kukunya belum tumbuh betul, cubitannya atau cakarannya tidak akan memakan korban.
Berbeda dengan "diberi berkuku hendak mencengkam". Inilah gejala yang membuktikan bahwa manusia itu jenis makhluk pemangsa manusia lain. Semakin tajam dan kuat kekuasaannya, semakin tajam dan dalam cakarannya. Peribahasa ini mengingatkan kaum berkuku di Indonesia agar tidak main-main menggunakan kuku-kuku kekuasaannya.
Peribahasa lain, "belum sekuku lagi". Ini untuk menyatakan manusia-manusia yang sok pamer kelebihan, mirip dengan "belum berkuku hendak mencubit". Kesombongan manusia rupanya tidak disukai di mana-mana. Pengetahuannya belum seberapa sudah berlagak paling tahu. Kekuasaannya belum seberapa. Kekayaannya belum seberapa. Kecantikannya tidak seberapa.
Peribahasa kuku yang positif juga ada, seperti "sebagai kuku dan daging". Inilah dwitunggal, dua orang yang tidak dapat dipisahkan, seperti dua orang sedang jatuh cinta.
Namun, seperti cinta asmara, "bagai kuku dengan daging" ini, pasangan dwitunggal seperti ini tak pernah lama. Bulan madu dwitunggal biasanya berakhir dengan saling cakar sehingga berdarah-darah. Tidak sulit mencari pembuktiannya dalam sejarah bangsa mana pun. Sekali lagi, kuku manusia itu berfungsi untuk agresivitas manusia.
Manusia dan binatang buas
Tidak mengherankan jika manusia Indonesia menggunakan kuku sebagai simbol kekuatan, ancaman, berbahaya, kekuasaan. Mereka yang berkuasa adalah manusia-manusia berkuku tajam, bukan untuk melindungi diri seperti kuda, tetapi untuk menyerang dan membunuh. Kekuasaan atau kuku semacam itu diperoleh secara formal atau informal. Kuku-kuku formal didapat dalam pemilu atau pilkada. Bahkan dalam lembaga pemilihan lebih kecil, sekolah atau universitas. Adapun kuku-kuku informal diperoleh dengan menggalang massa. Tidak mengherankan jika manusia Indonesia sibuk membentuk gerombolan untuk memperoleh ketajaman kukunya.
Manusia berkuku lebih menyerupai macan berkuku yang buas. Tetapi, kebuasan manusia berbeda dengan macan atau beruang. Macan dan beruang hanya memangsa binatang lain yang kebanyakan berkuku tunggal, tetapi manusia memangsa sesamanya. Dalam sejarah manusia, kebuasan manusia dipertunjukkan. Manusia memangsa dan memakan manusia lain. Kebuasan manusia melebihi binatang. Binatang apakah manusia itu?
Kuku manusia tidak untuk melindungi yang lain. Kuku-kukunya tidak hanya untuk pertahanan diri. Dalam hal ini manusia Indonesia rupanya harus lebih banyak belajar kepada kerbau.
Jakob Sumardjo Esais
No comments:
Post a Comment