Tuesday, September 9, 2008

Batik Indonesia Harus Dilindungi



Selasa, 9 September 2008 | 03:00 WIB 

Jakarta, Kompas - Pengusaha dan perajin batik perlu lebih aktif memanfaatkan sertifikasi batik mark. Sertifikasi yang ditandai dengan logo ”Batik Indonesia” pada produk batik itu memberi jaminan mutu sekaligus menjadi pembeda antara batik tulis, batik cap, dan kombinasi batik cap dan tulis.

Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian Fauzi Aziz mengungkapkan hal itu ketika membuka pameran batik di Gedung Departemen Perindustrian (Depperin), Senin (8/9) di Jakarta.

”Batik Indonesia harus dilindungi dari pemalsuan produk- produk batik. Untuk itu, Departemen Perindustrian dan Yayasan Batik Indonesia memproses batik mark,” ujar Fauzi.

Dalam usaha melindungi produsen dan konsumen, dua tahun lalu Yayasan Batik Indonesia dan Depperin meluncurkan penanda batik (batik mark) ”batik INDONESIA”.

Penanda ini mengandung kode daerah produksi, tanggal diberikan, dan produsen. Penanda itu dikeluarkan oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta untuk batik tulis, batik cap, dan campuran batik tulis dan cap.

Penggunaan label batik mark diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 73/M-IND/PER/9/2007, tetapi bersifat sukarela bagi pengusaha/perajin batik.

Meskipun sudah dua tahun diluncurkan, baru dua pengusaha batik mendaftarkan produknya, yaitu Komaruddin Kudiya dan Affif Syakur.

Menurut Komaruddin, batik mark diperlukan karena sebagian besar masyarakat masih bisa membedakan antara produk batik dan tekstil bermotif batik.

Pembina Yayasan Batik Indonesia Joop Ave mengatakan, batik tidak bisa diklaim hanya sebagai milik Indonesia. Namun, di Indonesialah batik paling banyak diproduksi.

Fauzi mengatakan, pemerintah bersama Kadin dan Yayasan Batik Indonesia juga sedang berupaya untuk mendapatkan pengakuan UNESCO bahwa batik Indonesia merupakan warisan budaya nonbendawi. Dengan pengakuan itu, batik Indonesia tidak bisa diklaim negara lain.

Berdasarkan data Depperin, saat ini terdapat 48.300 unit usaha batik di Indonesia. Tenaga kerja yang diserap 729.300 orang, dengan nilai produksi mencapai Rp 2,8 triliun. (nmp/DAY/OSA)

 

No comments: