Saturday, September 22, 2007

Pendidikan


Liberalisasi Bisa Mengancam Karakter Bangsa

Jakarta, Kompas - Pendidikan yang semakin dianggap sebagai investasi, sehingga pemerintah menjadikannya sebagai sektor yang terbuka bagi penanaman modal, bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa Indonesia. Pendidikan yang semata dianggap sebagai komoditas ini akan membuat pembangunan karakter bangsa terabaikan, sekaligus membuka peluang Indonesia menjadi negara terjajah atau bahkan hancur.

Pernyataan keprihatinan terhadap masa depan pendidikan dan eksistensi bangsa Indonesia itu disampaikan Ki Tyasno Sudarto selaku Ketua Umum Majelis Luhur Taman Siswa di Jakarta, Kamis (20/9). Keprihatinan ini dilandasi kebijakan pemerintah yang mengarah pada privatisasi atau liberalisasi pendidikan melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) dan Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 Tahun 2007 yang membuka peluang pemodal asing berinvestasi di bidang pendidikan.

Menurut Ki Tyasno, kebijakan pendidikan dalam RUU BHP dan perpres yang bersemangatkan liberalisme, privatisasi, atau komersialisme itu bertentangan dengan ideologi bangsa dan asas-asas pendidikan nasional. Selain itu, pemerintah juga mengabaikan sejarah dan budaya bangsa dalam tumbuhnya pendidikan di Tanah Air, banyak masalah teknis yang rancu, dan juga kerja sama dengan asing yang mengancam pendidikan bangsa.

Ki Tyasno mengatakan, persoalan dalam pendidikan seharusnya bisa diselesaikan dengan memanfaatkan keadaban, kebudayaan, dan kepribadian yang ada dalam bangsa ini sendiri. "Ajaran Ki Hajar Dewantara sebenarnya masih relevan untuk menghadapi tantangan pendidikan bangsa," ujar Ki Tyasno.

Darmaningtyas, pengurus Majelis Luhur Taman Siswa, menambahkan bahwa RUU BHP sama sekali mengabaikan fungsi negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Realitas kemajemukan juga diabaikan. Meskipun RUU BHP akan mengakui beragam bentuk badan hukum yang telah ada, tekanan untuk mengikuti tata kelola yang dirumuskan BHP cenderung menjadikan penyelenggaraan pendidikan amat etatis dan terjadi penyeragaman.

Ketua Umum Pengurus Pusat Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (PPTSI) Thomas Suyatno, yang diundang khusus oleh Majelis Luhur Taman Siswa, mengatakan, filosofi pendidikan bangsa Indonesia itu nirlaba. Artinya, pendidikan tidak bisa mengutamakan keuntungan semata.

"Adapun investor yang mau masuk ke pendidikan pasti akan memikirkan keuntungan. Jika tidak, ya, mereka pikir-pikir untuk berinvestasi," jelas Thomas.

Menurut Thomas, pemerintah seharusnya akomodatif terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Keprihatinan terhadap pendidikan yang dijadikan komoditas dagang itu karena daya saing bangsa, termasuk pendidikan, masih lemah.

"Akan tetapi, pemerintah jangan terlalu tergesa-gesa menerima asing. Taruhannya besar dan mahal bagi masa depan bangsa," kata Thomas Suyanto. (ELN)

No comments: