Saturday, September 22, 2007

Perpres No 77/2007


Liberalisasi Pendidikan Bisa Lumpuhkan Peran Pemerintah

Yogyakarta, Kompas - Kebijakan pemerintah untuk menetapkan pendidikan sebagai bidang usaha jasa yang terbuka bagi penanaman modal asing atau dikenal dengan liberalisasi pendidikan dipastikan bisa melumpuhkan peran pemerintah dalam mengatur pendidikan di Indonesia. Liberalisasi juga dinilai menyimpang dari cita-cita luhur bangsa Indonesia.

"Presiden dan DPR harus disadarkan tentang musibah nasional ini. Tugas utama pendidikan tidak semata mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga nilai luhur bangsa, semangat kebangsaan, dan menanamkan identitas bangsa," kata Sofian Effendi, Ketua Badan Pelaksana Harian Magister Administrasi Publik Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, di Yogyakarta, Senin (17/9), terkait keputusan pemerintah yang membuka peluang bagi pihak asing menanamkan modal di bidang pendidikan.

Dengan alasan meningkatkan mutu pendidikan dan kapitalisasi modal, pemerintah telah menetapkan pendidikan sebagai bagian dari paket kebijakan liberalisasi. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 77 Tahun 2007, pendidikan ditetapkan sebagai bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing. Satu-satunya syarat adalah bahwa pihak luar terbatas menanamkan modal sebesar 49 persen.

"Kini kian jelas, pendidikan tidak lagi dipandang sebagai kewajiban konstitusional pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," ujar Sofian.

Perubahan paradigma pendidikan, menurut Sofian, pasti dipengaruhi kebijakan World Trade Organization (WTO) yang menetapkan pendidikan sebagai salah satu bidang usaha sektor tersier. Tiga negara yang memperoleh keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan, antara lain adalah Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Ekspor jasa pendidikan Amerika Serikat pada 2000, misalnya, mencapai Rp 126 triliun.

Apalagi Indonesia termasuk pasar yang sangat menggiurkan karena memiliki 102,6 juta penduduk usia sekolah. Mereka yang berusia pendidikan tinggi (19-24 tahun) saja sudah 24,8 juta dengan angka partisipasi perguruan tinggi baru 14 persen. Hingga kini sudah ada enam negara yang mengajukan permohonan pengajuan penanaman modal.

Liberalisasi pendidikan gaya WTO juga dinilai oleh Ketua Dewan Pembina Forum Rektor Indonesia ini akan menimbulkan konsekuensi negatif secara finansial. Pemerintah nantinya tak hanya menyubsidi setiap anak didik, tetapi juga wajib menyubsidi penyelenggara dan satuan pendidikan luar negeri yang membuka bisnisnya di Indonesia.

Di depan Komisi X DPR, Senin lalu, Mendiknas Bambang Sudibyo menyatakan, penanaman modal asing untuk bidang pendidikan masih terbatas, baik lokasi maupun jenisnya.

"Tawaran-tawaran yang diberikan oleh Menteri Perdagangan kepada anggota WTO, antara lain, di level pendidikan tinggi, dalam hal ini politeknik jurusan mesin dan listrik. Lokasi pendirian juga dibatasi, yakni di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan dan Surabaya," ujar Bambang Sudibyo. Selain perguruan tinggi, yang ditawarkan juga pendidikan luar sekolah, misalnya kursus-kursus bahasa asing. (WKM/ine)

No comments: