Anwar Khumaini - detikcom
Jakarta - Industri penyiaran di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang yang bermodal besar. Tak sedikit kepentingan pribadi sang pemilik yang diselipkan dalam tayangan-tayangan yang disajikan, sehingga tayangannya pun tidak kritis lagi alias ompong. Jika ini dibiarkan, demokratisasi penyiaran akan tergerus oleh kepentingan sang juragan.
Menyikapi hal ini, Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) meminta pihak-pihak yang berwenang untuk memberi teguran kepada stasiun-stasiun TV yang melanggar UU Penyiaran. MPPI juga menyampaikan somasi secara terbuka kepada stasiun-stasiun TV tersebut.
"Somasi terbuka ini kami sampaikan sebagai peran serta kami mengawasi penyelenggaraan penyiaran di Indonesia menuju demokratisasi penyiaran yang memberikan manfaat besar bagi kemaslahatan Indonesia, tanpa monopoli informasi, monopoli kepemilikan, dan monopoli kekuasaan," ujar koordinator MPPI, Kukuh Sanyoto dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (30/10/2007).
Kukuh meminta, pihak-pihak yang berwenang seperti Menkominfo, DPR, KPI, KPPU, Bapepam, bahkan Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla untuk memperhatikan kondisi penyiaran di Indonesia yang sudah kronis ini.
"Dilapangan, kami mendapati dan mencatat bahwa MNC memiliki dan menguasai 3 lembaga penyiaran swasta sekaligus, yaitu RCTI, TPI Dan Global TV. Apa yang dilakukan MNC melanggar pasal 16 ayat 1 UU Penyiaran, karena MNC adalah badan hukum yang menyelenggarakan bidang usaha, bukan di bidang jasa penyiaran," kata Kukuh.
Menurut Kukuh, MNC juga melanggar Pasal 20 UU Penyiaran jo pasal 32 ayat 1 PP LPS yang menyatakan bahwa, satu badan hukum paling banyak memiliki dua izin penyelenggaraan jasa penyiaran televisi yang berlaku di dua provinsi yang berbeda.
"SCTV yang juga memiliki O Channel juga akan segera menguasai Indosiar. Hal ini juga harus di cegah. Sebab, tindakan ini serupa atau setidaknya mempunyai modus yang sama dengan tindakan yang dilakukan MNC," tambah Kukuh.
Kukuh juga meminta kepada pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan penelusuran terhadap kepemilikan atas Trans TV dan Trans 7, serta kepemilikan antara Lativi dan ANTV.
"Industri penyiaran bukan industri tali sepatu, frekuensi adalah public domain," tandasnya. (anw/nvt)
No comments:
Post a Comment