Jakarta, Kompas - Pengesahan Rancangan Undang- Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjadi UU APBN Tahun 2008 yang hanya mengalokasikan anggaran pendidikan 12 persen mencerminkan kurangnya komitmen pemerintah. Padahal, konstitusi sudah secara jelas mengamanatkan pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN. UU APBN 2008 itu sendiri disahkan pada Sidang Paripurna DPR di Jakarta, Selasa lalu.
Sekretaris Koalisi Pendidikan Ade Irawan, Kamis (11/10), mengatakan, keputusan untuk mengesahkan perundangan dengan anggaran pendidikan kurang dari 20 persen tersebut mencerminkan sikap pemerintah dan DPR yang pragmatis. Sampai saat ini, menyediakan anggaran yang besar untuk pelayanan publik seperti pendidikan dianggap sebagai biaya dan tidak memberi keuntungan yang segera dapat dinikmati. Anggaran lebih diprioritaskan untuk membiayai operasional dan sektor yang memberi hasil cepat sehingga mampu memberi citra positif kekuasaan.
"Padahal, pendidikan merupakan bagian dari tujuan utama negara modern. Kemajuan pendidikan meningkatkan pula kualitas sumber daya manusia dan daya saing internasional. Tingkat pendidikan pekerja yang tinggi dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi saat ini," kata Ade.
Pendidikan merupakan katalis penting pembangunan. Mengutip hasil penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia, terlihat bahwa faktor penting kesuksesan ekonomi di Asia Timur sejak tahun 1970-an hingga 1990 merupakan hasil dari investasi dalam sumber daya manusia, terutama melalui bidang pendidikan.
Selain itu, Koalisi Pendidikan juga menyoroti soal proses penganggaran yang tidak partisipatif dan bersifat top-down atau dari atas ke bawah. Akibatnya, tidak terdapat sinergi program antara Departemen Pendidikan Nasional, perguruan tinggi, dan sekolah. Di samping itu, distribusi dan penggunaan anggaran pendidikan juga belum terkontrol dengan baik. (INE)
No comments:
Post a Comment