Saturday, May 26, 2007

DPR Desak Pemerintah Evaluasi Ujian Nasional
Perlu "Duduk Bersama" untuk Membicarakan Masalah Pendidikan

Jakarta, Kompas - Komisi X DPR akan mendesak pemerintah agar mengevaluasi pelaksanaan ujian nasional atau UN yang terus saja menimbulkan kontroversi. Aspirasi yang saat ini berkembang akan dijadikan masukan supaya pemerintah bisa kembali memaknai pendidikan sebagai proses berkelanjutan, seperti yang ada dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

"Dari awal sebenarnya Komisi X sudah menolak pelaksanaan UN. Tetapi, ya, setelah berdasarkan kesepakatan politik, UN boleh berjalan dengan ketentuan bukan sebagai penentu kelulusan seperti sekarang. Sumber masalahnya, kan, di sini. Pemerintah cuma mau ujungnya saja atau hasil akhir, tidak mau tahu bagaimana prosesnya," kata Wakil Ketua Komisi X DPR Heri Achmadi di Jakarta, Jumat (25/5).

Heri mengatakan, proses pendidikan itu harus dilakukan secara berkelanjutan. Evaluasi belajar siswa juga harus dilakukan secara keseluruhan, bukan hanya di akhir.

"Pendidikan tidak bisa seperti itu. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sudah jelas, kok, mengakui bahwa pendidikan itu sebuah proses berkelanjutan. Demikian juga bahwa evaluasi itu melihat dari proses yang berkelanjutan itu, yang selama ini diikuti oleh siswa. Pemerintah seharusnya memahami hal tersebut dan melaksanakannya," papar Heri.

Heri menyayangkan jika pemerintah, termasuk Menteri Pendidikan Nasional, bersikap reaktif terhadap masukan-masukan dari masyarakat dan juga lembaga pengadilan mengenai pelaksanaan UN. Untuk itu, DPR sudah mengagendakan untuk membahas masalah UN ini dengan Mendiknas.

Apalagi, kata Heri, ada rencana mulai tahun depan pemerintah akan menggelar UN SD. Dalam kaitan ini, DPR akan sangat berhati-hati untuk memutuskan apakah setuju atau tidak setuju dengan keinginan pemerintah yang sudah disampaikan secara informal ke DPR.

Diminta "duduk bersama"

Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan warga negara (citizen lawsuit) terkait UN menyebutkan, peninjauan ulang pelaksanaan UN merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan pemerintah supaya bisa melindungi dan memenuhi hak pendidikan dan hak anak sebagai warga negaranya. Untuk melaksanakan UN, pemerintah diminta terlebih dahulu harus meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap terlebih dahulu di seluruh daerah.

Bahkan, majelis hakim—dalam pertimbangannya—juga menyarankan agar pemerintah bersedia duduk bersama-sama dengan ahli-ahli pendidikan dan masyarakat untuk bisa mengevaluasi pelaksanaan UN supaya bisa berjalan lebih baik.

Menurut pemerhati pendidikan Arief Rachman, kebanggaan pemerintah bahwa UN bisa meningkatkan motivasi belajar memang pada kenyataannya benar. Namun, sayangnya, motivasi itu muncul hanya di akhir tahun ajaran menjelang UN, bukan sebagai bagian dari proses pembelajaran.

"Apakah proses pembelajaran yang seperti itu, di mana siswa merasa terpaksa giat belajar hanya karena takut tidak lulus UN, yang ingin dibanggakan pemerintah dari kebijakan UN? Kebijakan UN ini memang perlu ditinjau ulang supaya bisa dilaksanakan dengan benar, sebab UN sebagai standar pemetaan pendidikan nasional juga dibutuhkan," ujar Arief Rachman. (ELN)

No comments: