Wednesday, May 30, 2007

Visi 2030 dan Pendidikan (2)
Kontribusi untuk Masa Depan Ekonomi

Erwin Edhi Prasetya

Manusia selalu senang bermimpi. Dalam mimpi, apa pun selalu bisa diwujudkan sesuai dengan keinginan pemimpi. Bangsa Indonesia agaknya senang bermimpi. Melalui Visi Indonesia 2030 negeri ini bermimpi.

Bermimpi menjadi negara makmur yang sedikit di bawah Uni Eropa, menurut panelis A Tony Prasetiantono, anggota tim penyusun Visi Indonesia 2030, sebenarnya amat menyadari bahwa ketika merumuskan visi itu mereka benar-benar sedang membuat "mimpi". Karena pada dasarnya, visi adalah mimpi.

"Prediksi ini masuk akal karena keempat negara itu memiliki jumlah penduduk amat besar sehingga menjadi potensi ekonomi yang amat besar. Apalagi, keempat negara itu berstatus (negara-negara yang perekonomiannya tengah menanjak tajam)," tutur Tony.

Sektor riil belum berjalan semestinya karena sekitar 39 persen dana masyarakat di perbankan menganggur. Itu berarti, aliran investasi tersendat. Karena itu, diharapkan suku bunga diturunkan dan iklim investasi diperbaiki agar aliran dana ke sektor riil lancar sehingga bisa lebih memacu perekonomian.

Rusia adalah salah satu, dengan menargetkan pertumbuhan "hanya" 8,5 persen. Tetapi, dalam kuartal pertama 2007, perekonomian China malah tumbuh lebih cepat hingga 11,1 persen.

Belajar dari sejarah

Disadari saat itu, kemajuan ekonomi tak akan bertahan lama jika pendidikan tidak ikut dimajukan. Pendidikan penting dibangun karena menjadi kunci keberlanjutan kemakmuran.

Menurut Parera, Philip Kotler dalam penelitiannya menyatakan, pendidikan formal berperan strategis dalam pembangunan ekonomi. Tanpa pendidikan, berdiri kokoh penghalang upaya pembangunan ekonomi. Melalui manusia terdidik akan diseminasikan nilai-nilai yang relevan dengan pembangunan ekonomi. Kesimpulan ini terutama diambil dari pengalaman Singapura dan Korea Selatan yang dalam permulaan pembangunannya di samping membangun infrastruktur fisik juga membangun infrastruktur sumber daya manusia, yaitu sistem persekolahan dan pelatihan.

Panelis JC Tukiman Taruna mengingatkan, sebelum muncul Visi Indonesia 2030, telah ada rumusan Tujuan Pembangunan Abad Milenium (MDGs) yang secara umum menegaskan tingkat capaian pembangunan bagi negara-negara seperti Indonesia sampai tahun 2015. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Targetnya menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah 1 dollar AS per hari menjadi setengahnya pada 1990-2015. Target kedua menurunkan proporsi penduduk yang kelaparan menjadi setengahnya pada 1990-2015. Di bidang pendidikan, pada 2015 semua anak, laki-laki maupun perempuan harus dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Sepanjang waktu, kebijakan dan praksis pendidikan seluruhnya tidak bisa dibebaskan dari politik kekuasaan.

Dalam kondisi seperti itu, komitmen untuk mengutamakan kepentingan bersama guna memajukan pendidikan adalah mutlak. Apalagi jika pendidikan diharapkan berkontribusi bagi kemajuan ekonomi. Ini agar mimpi kemakmuran itu tidak sekadar menjadi mimpi kosong.

No comments: