Razali Ritonga
Berbagai penyakit, menipisnya cadangan pangan, situasi perang, dan buruknya iklim menjadi penyebab kematian penduduk Bumi.
Namun, ada pergeseran penyebab kematian, dari bencana alam dan penyakit ke bencana akibat ulah manusia. Upaya mengatasi penyebab kematian pun terus meningkat sehingga risiko kematian dapat dikurangi, angka kematian penduduk turun mengikuti pola yang termanifestasi dalam transisi kematian.
Ada tiga periode penting yang mendasari transisi kematian: sebelum 1850, 1850-1950, dan 1950 hingga kini. Alasan utama pembagian periode itu terkait dengan penyebab kematian dan capaian angka umur harapan hidup.
Menurut badan PBB (1973), angka umur harapan hidup penduduk global sebelum 1850 ialah 20-40 tahun. Periode 1850-1950 umur harapan hidup 40-60 tahun dan 1950-kini umur harapan hidup 60 tahun atau lebih.
Penyebab kematian
Omran (1982) menemukan pola penyebab kematian dari transisi mortalitas itu dan mengidentifikasikannya atas tiga model: model setipikal Barat, percepatan, dan penundaan. Model Barat mengalami penurunan kematian lebih dulu, lalu diikuti Model akselerasi (percepatan), dan terakhir model penundaan.
Negara-negara maju, seperti Eropa Barat, umumnya masuk model Barat. Kematian penduduk terjadi lebih dulu di negara-negara itu karena perubahan kondisi lingkungan yang disponsori pemerintah, seperti pengelolaan sampah, penutupan saluran air terbuka (gorong-gorong), dan pengusahaan air bersih.
Adapun negara-negara yang termasuk model akselerasi mengalami penurunan angka kematian umumnya bukan karena perbaikan kondisi lingkungan, tetapi karena kemajuan teknologi pengobatan, seperti imunisasi dan vaksinasi. Negara-negara yang termasuk kategori ini adalah Jepang, Eropa Timur, dan Rusia. Adapun negara-negara yang termasuk model penundaan adalah negara-negara miskin dan berkembang, yang terlambat mengalami penurunan angka kematian karena penundaan aplikasi kemajuan pengobatan.
Hasil identifikasi Omran terhadap penyebab kematian dari model akselerasi juga menghasilkan pola transisi epidemiologi. Penyebab kematian yang mendasari transisi epidemiologi berbeda tiga periode di muka.
Periode pertama, kematian penduduk umumnya diakibatkan wabah dan kelaparan. Ditengarai perubahan iklim dan serangan penyakit menyebabkan kematian pada periode pertama transisi.
Periode kedua, angka kematian mulai turun karena kemajuan pertanian dan industri, khususnya industri pengobatan, sehingga penyakit dan kelaparan dapat dikendalikan. Pada periode ini kerap muncul penyakit baru yang bisa mewabah, seperti influensa dan muntaber (Yaukey, Demography: The Study of Human Population, 1985).
Periode ketiga kematian
Angka kematian pada periode ketiga turun dan stabil rendah. Penyebabnya didominasi perilaku manusia, seperti konsumsi gizi berlebih, alkohol, dan narkoba. Penyakit yang pada periode pertama dan kedua belum teridentifikasi, pada periode ketiga bermunculan, seperti serangan jantung dan kanker (Yaukey, 1985).
Maka, kita perlu mewaspadai ancaman kematian pada periode ketiga. Ancaman kematian periode pertama dan kedua umumnya bersifat universal, pada periode ketiga bisa bersifat lokal, dan ancaman kematian lebih banyak berasal dari ulah manusia karena alasan ekonomi.
Kita pernah terusik berita beredarnya makanan tercemar pengawet, pewarna, dan daging berkadar air (gelonggong). Namun, berita itu seakan lenyap, padahal masyarakat masih menunggu langkah nyata pemerintah untuk mengatasinya.
Meluasnya makanan tidak sehat itu ditengarai terkait rendahnya daya beli masyarakat dan motif keuntungan. Ihwal daya beli rendah, masyarakat terpaksa membeli komoditas yang terjangkau, seperti tahu, tempe, ikan asin, mi basah, dan kerupuk. Celakanya, jenis-jenis makanan itu kini terkontaminasi pengawet formalin dan sejenisnya
Dalam kadar tinggi dan jika dikonsumsi cukup lama, makanan berformalin dapat merusak fungsi sel dan meracuni tubuh. Lebih jauh, Dedi Fardiaz, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan POM, menyebutkan, efek lanjut formalin dalam tubuh mengakibatkan tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit saat menelan, muntah, diare, pendarahan, sakit perut, dan kejang. Efek lainnya, kerusakan hati, jantung, otak, limpa, sistem saraf, dan gangguan ginjal (Kompas, 8/11/2005).
Atas dasar itu dan terkait Hari Kesehatan 12 November, terbersit harapan adanya komitmen kita semua; pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk selalu meningkatkan derajat kesehatan penduduk. Derajat kesehatan yang tinggi merupakan salah satu kunci kemajuan bangsa, seperti termanifestasi dalam pembangunan manusia. Level pendidikan dan performa ekonomi akan terakselerasi seiring meningkatnya derajat kesehatan.
Dari pendapatan per kapita, sebenarnya masih cukup ruang untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk. Ekuador, misalnya, dengan pendapatan per kapita 3.963 dollar AS, tidak beda jauh dengan Indonesia (3.609 dollar AS), memiliki angka harapan hidup tinggi. Tercatat, angka harapan hidup penduduk Ekuador 74,5 tahun, sedangkan Indonesia 67,2 tahun pada 2004 (UNDP, Human Development Report, 2005).
No comments:
Post a Comment