Jakarta, Kompas - Keberhasilan pembangunan pendidikan ternyata lebih ditentukan oleh keinovasian dalam mengembangkan kebijakan pendidikan yang efisien dan efektif daripada besaran persentase atau jumlah dana anggaran pendidikan itu sendiri.
"Namun, untuk bisa mewujudkan kebijakan pendidikan yang unggul itu sangat memerlukan komitmen kepemimpinan yang mengedepankan pendekatan manajemen daripada pendekatan politik," kata Riant Nugroho di Jakarta, Rabu (15/8), ketika mempertahankan disertasinya saat ujian terbuka promosi doktor ilmu pendidikan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rabu kemarin.
Lewat disertasi berjudul "Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik dalam Konteks Otonomi Daerah: Penelitian Kebijakan Publik Pendidikan di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, Tahun 2001-2007", Riant dinyatakan oleh tim penguji yang dipimpin Rektor UNJ Bedjo Sujanto lulus dengan predikat cum laude. Dalam proses penggarapan disertasinya, Riant dibantu komisi promotor yang terdiri atas HAR Tilaar dan Lexy J Moleong.
Dari hasil penelitian Riant terlihat bahwa kepemimpinan merupakan faktor yang paling berperan dalam keberhasilan atau kegagalan kebijakan publik. Ketika pemimpin memiliki komitmen untuk menomorsatukan pembangunan manusia, dia memiliki pengaruh untuk bisa membuat komitmen itu menjadi nyata, bukan sekadar slogan politik.
Di sisi lain, terlihat pula bahwa dalam implementasi kebijakan pendidikan yang diunggulkan itu seharusnya diterapkan dengan pendekatan manajemen yang mengedepankan nilai-nilai efisiensi, efektivitas, dan optimalisasi setiap sumber daya yang ada. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan jangan lagi diterapkan dengan mengedepankan pendekatan politik yang memfokuskan pada nilai-nilai memperbesar kekuasaan lembaga pengelola pendidikan dan memperbesar anggaran pendidikan semata.
Dalam kaitan dengan kebijakan pendidikan di era otonomi daerah, Riant menyebutkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya bisa belajar dari keberhasilan Pemerintah Kabupaten Jembrana di Bali. Daerah ini merupakan salah satu daerah miskin di Bali, tetapi justru paling berhasil dalam kebijakan pendidikannya.
Pada tahun 2001, anggaran pendidikan hanya sekitar Rp 49 miliar dari total APBD Jembrana Rp 131,59 miliar, dan pada tahun 2006 senilai Rp 112,8 miliar dari total APBD-nya Rp 367,2 miliar. Kendati demikian, dengan keterbatasan anggaran, Jembrana merupakan daerah otonom pertama di Indonesia yang berhasil membebaskan biaya pendidikan untuk seluruh siswa negeri dari jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK.
Hal itu berkat efisiensi dan optimalisasi yang mereka lakukan. Misalnya, antara lain dengan penggabungan pada 31 SD. Sementara untuk guru diberikan beasiswa pendidikan dan kepala sekolah dilatih kemampuan manajemen dengan membatasi hanya dua kali jabatan sebagai kepala sekolah. (ELN)
No comments:
Post a Comment