Wednesday, August 29, 2007

"Penjajahan" Gaya Baru di Bidang Pendidikan


Tanpa Kontrol, Modal Asing Bisa Ancam Kebangsaan


Jakarta, Kompas - Tanpa kesiapan sumber daya manusia yang baik dan kemampuan untuk mengimbanginya, keterlibatan modal asing dalam institusi pendidikan di Tanah Air bisa berujung kepada "penjajahan" gaya baru. Penguasaan asing baik secara materi maupun nilai-nilai menjadi dominan.

"Sepanjang kita dapat mengemasnya dengan baik, dana dari pihak asing dapat digunakan. Terlebih lagi dengan kondisi perekonomian yang menyebabkan dana pendidikan sangat terbatas. Namun, jika tidak dapat memanfaatkannya, yang terjadi ialah penjajahan," ujar Ki Supriyoko, pengamat pendidikan dari Tamansiswa, Selasa (28/8).

Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007, yang isinya antara lain terkait penanaman modal asing di bidang pendidikan. Dalam peraturan tersebut dinyatakan, pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan nonformal dapat dimasuki oleh modal asing dengan batas kepemilikan maksimal 49 persen (Kompas, 28/8).

Agar kegiatan penanaman modal asing tetap dalam koridor kepentingan bangsa, kata Ki Supriyoko, kontrol dari pemerintah harus benar-benar kuat. Dengan demikian, dunia pendidikan tidak akan hanyut dalam kontrol penanam modal asing yang tentunya menimbulkan ancaman terhadap kebangsaan.

"Kontrol dari pemerintah harus agak ketat mengingat ini terkait regulasi World Trade Organization. Harus pandai-pandai membuat aturan yang tidak melanggar, tapi juga tidak merugikan kepentingan bangsa," ujarnya.

Selain itu, agar sifatnya saling menguntungkan, maka sumber daya manusia di tingkat lokal juga harus siap untuk mengimbangi. Tanpa kesiapan tersebut, yang ada ialah hegemoni kepentingan modal asing atau berujung kepada penjajahan, terutama penjajahan nilai, bahkan ideologi.

Mohammad Abduhzen dari Education Forum mengingatkan bahwa pendidikan terkait dengan filosofis dan falsafah bangsa. Sebuah bangsa dalam menyusun sistem pendidikan nasional tentu dalam kerangka kepentingan berbangsa. Pendidikan bukan dalam konteks ekonomi belaka dan tak selalu bebas diperjualbelikan.

Bagaimanapun, sebagai penanam modal, mereka tentu mengincar keuntungan. Apa pun bentuknya. Pendidikan akan semakin menjadi komoditas dan akses pendidikan bermutu semakin terbatas bagi yang tak mampu.

"Jangan dipandang enteng kehadiran pihak asing yang mempunyai tempat kekuatan beroperasi di bidang pendidikan," kata Abduhzen. Ia meragukan kontrol pemerintah. (INE)

No comments: