Thursday, July 19, 2007

Reforestasi Global

William Chang

Kamu akan kehilangan hakmu, yang akan dirampas oleh orang-orang asing dan para spekulan, yang pada gilirannya akan menjadi tuan dan pemilik; sedangkan kamu, hai anak-anak negeri, akan terusir dan tidak akan menjadi apa-apa.
(C Brooke, 1915)

Kebenaran puisi Nubuat Raja Putih karya Charles Brooke (1829-1917) penguasa Sarawak sejak 3 Agustus 1868 mulai terkuak.

Nubuat itu antara lain mengingatkan masyarakat Dayak (sekitar empat juta jiwa) akan digusur oleh "tamu-tamu" yang menebar senyum dan kelemahlembutan. Tanah sebagai sumber hidup dan rezeki akan dikuasai.

Ramalan Brooke tergenapi. Kawasan Asia Tenggara dan Kutub Utara sedang diincar tim eksplorer karena cadangan minyak dan gas dunia mulai menipis. Kecerobohan proses eksplorasi menimbulkan rangkaian masalah sosial baru yang kompleks. Rencana eksplorasi di Sidoarjo, misalnya, mendatangkan lumpur panas. Ternyata, yang dieksploitasi bukan hanya isi perut bumi, tetapi juga hutan yang masih rimbun (bandingkan Earthnet Online).

Setiap manajer eksplorasi perlu menimbang efek ekologi agar kerusakan alam dan perbenturan sosial tidak berkepanjangan. Kompensasi yang diterima masyarakat lokal, sitir Brooke, tidak seimbang dengan kekayaan dalam perut bumi. Tampaknya fenomena deforestasi tidak akan terjadi di Indonesia jika peringatan Brooke diperhatikan.

Derita global

Terlepas dari aneka keuntungan partial, deforestasi sejak pertengahan tahun 1800-an mendatangkan derita sosial. Hasil pemantauan cuaca Inggris sejak 1861 menunjukkan, iklim dunia meningkat sekitar 0,2 derajat Celsius setiap dekade. Pemanasan global termasuk dampak deforetasi mondial. Biaya hidup manusia menjadi lebih mahal karena manusia modern harus menggunakan kipas angin, ventilator, atau AC.

Derita ini tidak hanya dialami manusia. Hewan dan dua pertiga batu karang di laut mulai rusak akibat kekurangan sinar matahari. Tidak sedikit plankton mikroskopik hancur akibat pemanasan global. Kadar udara terpolusi. Mutu air tercemar. Banjir bandang melanda kota-kota besar dan desa-desa kecil di pedalaman. Rumah penduduk dan sawah hancur. Status kosmos berubah menjadi chaos.

Eksploitasi alam berupa deforestasi tidak dengan sendirinya menyejahterakan rakyat kecil. Bahkan, kadang eksplorasi kekayaan alam memiskinkan rakyat sekitarnya. Konflik sosial kerap meletus di kawasan penambangan. Simak kasus penambangan emas di Papua dan gas di Nanggroe Aceh Darussalam. Yang menjadi kaya umumnya karyawan luar negeri, tenaga ahli, dan pemegang saham. Usaha meringankan derita masyarakat seputar daerah penambangan belum signifikan.

Reforestasi

Fenomena deforestasi perlu diimbangi dengan program reforestasi yang melibatkan segenap anasir masyarakat. Kesadaran akan pentingnya peran hutan sebagai napas dunia disosialisasi melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Penghijauan diri sendiri dan lingkungan terdekat menjadi agenda pokok. Daerah-daerah gersang dan gundul direforestasi.

Program ini didukung sejumlah negara pencinta lingkungan hidup, seperti Uni Eropa dan Australia, yang prihatin melihat dampak negatif eksploitasi kekayaan alam di Tanah Air. Sejumlah gerakan LSM berusaha memperbaiki kerusakan alam. Bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Malcolm Turnbull akan menggulirkan isu reforestasi ke ruang pertemuan The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Ke-13 di Bali, Desember 2007.

Tanggung jawab pemerintah dan politisi atas program reforestasi tak bisa disingkirkan karena kasus-kasus illegal logging yang semarak di seluruh Tanah Air tak luput dari pengetahuan oknum-oknum pemerintah. Berbagai kebijakan pemerintah dalam pengelolaan hutan perlu disertai sistem kontrol yang transparan dan saksama. Kini dicari para pejabat pemerintah yang benar-benar ingin mereforestasi.

Yang menyedihkan, asap kembali menyelimuti Riau dan beberapa kawasan di Tanah Air. Kawasan hutan terus berkurang. Manusia sering lupa, pembakaran lahan dan penebangan sebatang pohon akan meniadakan tempat tinggal 20-an mikroba. Habitat hewan rusak dan keseimbangan alam terancam. Kesehatan manusia dan makhluk hidup terganggu asap hampa oksigen. Bagaimanakah proses reforestasi bisa berjalan jika hutan masih dibakar dan pepohonan masih ditebang tanpa aturan main?

William Chang Ketua Program Pascasarjana STT Pastor Bonus; Mantan Pengajar Moral Lingkungan Hidup

No comments: