Tajuk Rencana/KOMPAS
Seringnya Kecelakaan Bus
Hari Sabtu lalu, bus Limas terjun ke sungai di bawah Jembatan Cikundul, Cianjur. Bus mengangkut rombongan Sekolah Menengah Pertama Ar-Ridho, Depok.
Rombongan pelajar itu berwisata ke Cibodas. Insiden di Desa Ciloto, Cianjur, Jawa Barat, itu menewaskan 15 orang, mencederai 48 orang, termasuk 22 orang cedera berat.
Kecelakaan bus terjadi lagi keesokan harinya, Minggu 8 Juli, di tanjakan Cibalok, Bogor. Korban tewas empat orang. Mereka juga dalam perjalanan wisata dari Tangerang, Banten.
Laporan dukacita keluarga dan para sahabat korban lewat media menggerakkan hati kita. Bersetia kawan dengan sesama yang dukacita. Sekiranya kecelakaan bus terus-menerus terjadi, disertai korban pun, perasaan empati bisa hambar.
Kini pun kita sudah merasakan perbedaannya. Kecelakaan pesawat terbang memberi kesan dan respons lebih dramatis dari musibah kereta api, bus, dan kendaraan lain. Kecelakaan laut termasuk juga membangkitkan keserentakan reaksi yang mendorong ingin tahu.
Masuk akal, kecelakaan di udara dan laut membangkitkan reaksi lebih dramatis. Tentu saja bagi para korban sama saja naasnya, apakah kecelakaan terjadi di udara, laut, dan darat. Sama-sama membangkitkan kesedihan, kepedihan, dan rasa sepenanggungan.
Kecelakaan di darat, kereta, bus, sepeda motor, lebih banyak. Belakangan ini kereta api tertimpa kecelakaan yang frekuensinya lebih tinggi. Pemerintah mengentakkan program perbaikan untuk prevensi.
Kecelakaan bus masuk akal jika lebih banyak. Frekuensinya begitu tinggi sehingga kita perlu berteriak. Berteriak minta pertanggungjawaban pengusaha bus dan pengemudi. Acap kali kerusakan rem dan onderdil lainnya yang menentukan jadi penyebabnya. Pengemudi bertanggung jawab karena merekalah yang menjalankan bus: mengemudikan, mengendalikan.
Jangan sampai kecelakaan bus kita anggap rutin. Jangan sampai kita pandang soal rutin dan masalah kecil. Ini soal besar. Jika dirunut, lagi-lagi menunjukkan sikap kita yang kurang serius, kurang saksama, kurang bertanggung jawab. Bekerja asal-asalan dan ceroboh.
Sebagai persoalan, kecelakaan bus atau kecelakaan jalan raya yang meminta korban jiwa itu sering sekali terjadi. Namun, peristiwa yang terulang itu tidak segera menggerakkan perhatian dan tanggung jawab untuk segera menghentikan atau menguranginya.
Jika sikap dan praktik kerja dan manajemen semacam itu kita biarkan, jangan berharap kita akan menjadi bangsa yang maju. Kita akan tetap terbelakang, ditinggalkan bangsa lain. Kita akan lebih uring-uringan ke dalam dan enggan menjawab tantangan serta permasalahan.
Sering terjadinya kecelakaan bus yang membawa korban tewas, luka, serta dukucita harus menjadi ukuran bagi tekad dan langkah kita maju ke depan. Masakan kita akan begini-begini terus!
No comments:
Post a Comment