Reformasi Departemen Keuangan
Bukan Sekadar Perkara Naik Gaji
Nur Hidayati
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak adalah dua motor penerimaan negara pada Departemen Keuangan. Departemen yang mengumpulkan dan mengelola hampir 75 persen dari penerimaan negara ini sedang menggelar reformasi birokrasi. Peningkatan gaji pegawainya jadi sorotan. Namun, tentu reformasi bukan sekadar menaikkan gaji.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi menegaskan, reformasi birokrasi di Ditjen Bea dan Cukai (BC) tak menomorduakan pembenahan kinerja secara menyeluruh. Peningkatan kinerja kadang tak seketika berbuah lonjakan penerimaan.
Namun, dijelaskan Anwar, sejak uji coba pembenahan proses bisnis dilakukan Maret 2007, penerimaan BC dari bea impor dan pajak pada April-Juni 2007 meningkat rata-rata Rp 700 miliar per bulan. Peningkatan itu terhitung mencapai 30-35 persen dari rata-rata penerimaan April-Juni 2006, dengan volume obyek yang relatif sama.
Padahal, biaya tambahan yang dibutuhkan bagi perbaikan struktur remunerasi untuk 11.000 pegawai BC di Indonesia senilai Rp 12 miliar per bulan. Angka itu jauh lebih kecil dari peningkatan penerimaan yang dipersepsikan terjadi karena perbaikan kinerja itu.
Peningkatan kesejahteraan itu juga diberikan berdasarkan penilaian terhadap kinerja dan kepatuhan terhadap kode etik. "Sistem remunerasi yang baru ini juga bisa menurunkan perolehan seorang pegawai kalau ia dinilai down-grade," ujar Anwar.
Pembenahan proses bisnis dan penataan organisasi antara lain dilakukan di Tanjung Priok. Di kawasan pelabuhan itu, sebelumnya terdapat tiga kantor pengawasan dan pelayanan dan satu kantor wilayah (kanwil) BC. Empat kantor ini disatukan menjadi satu unit Kantor Pelayanan Utama (KPU) per 1 Juli 2007. KPU Tanjung Priok adalah KPU pertama yang dikembangkan. Menyusul akan dikembangkan KPU di Batam, Bandara Soekarno-Hatta, dan Surabaya. Hingga 2009, ditargetkan terdapat 9 KPU di Indonesia. KPU didesain melayani pintu masuk dan kawasan paling strategis dalam pemungutan pajak, bea, dan cukai.
KPU Tanjung Priok itu dijalankan oleh 842 pegawai BC. Empat kantor pelayanan di kawasan itu sebelumnya menyerap 1.300 pegawai. "Kami melakukan rightsizing, kelebihan pegawai dipindahkan untuk memperkuat pengawasan di Kawasan Berikat yang memang kekurangan aparat," ujar Anwar
Penempatan pegawai seiring dengan penataan organisasi itu dilakukan berdasarkan evaluasi berbasis kinerja. Kesempatan bertugas di KPU ditawarkan kepada seluruh pegawai BC. Sejumlah 4.000 pegawai mengajukan lamaran. Para pelamar ini diseleksi melalui pengujian dari Universitas Indonesia.
"Dari 4.000 pegawai yang melamar maupun yang tidak melamar, tetapi kami jaring karena kinerjanya bagus, 1.800 dinyatakan lulus. Mereka lalu dilatih lagi, antara lain untuk aspek teknis dan pelayanan, sebelum ditempatkan di KPU," ujar Anwar.
Untuk memperkuat pengelolaan SDM, dibentuk pula organisasi kepatuhan internal. Dengan begitu, rekam jejak kepatuhan kode etik dan indikator kinerja setiap pegawai dapat disusun. Sejak dioperasikan 1 Juli lalu, organisasi kepatuhan internal bahkan telah menginvestigasi 18 pegawai di KPU yang diduga melanggar aturan.
Terkait dengan perubahan proses bisnis, BC pun mengubah pendekatan pelayanan. Pendekatan sebelumnya menekankan pada kewenangan aparat BC, kini diubah menjadi berorientasi terhadap klien.
Perubahan pendekatan itu antara lain ditunjukkan dengan dibentuknya koordinator klien per 1 Juli 2007. "Koordinator klien ini memberi konsultansi, pelayanan informasi, dan pembinaan agar lebih comply dengan aturan customs," ujar Anwar.
Apabila aparat BC dianggap menetapkan nilai terlalu tinggi, keberatan klien terkait penetapan nilai itu sebelumnya harus diajukan berjenjang hingga ke tingkat pusat. Mulai 1 Juli 2007, keberatan yang diajukan sudah dapat diputuskan di KPU.
Tantangan terbesar, diakui Anwar, adalah perubahan "tradisi". "Misalnya, kebiasaan aparat BC menerima uang dan ngopeni beberapa instansi. Sekarang mereka tidak bisa terima uang. Instansi lain juga jangan berharap dapat bagian dari BC," ujarnya.
Besarnya godaan serta tekanan eksternal itu menunjukkan perbaikan tidak bisa dikerjakan sendiri oleh aparat BC. Tanpa pembenahan yang lebih sistemik, bisa jadi perbaikan ini sekadar hangat-hangat tahi ayam: tiarap ketika digencarkan, lalu kendur ketika godaan menguat.
Pajak juga berbenah
Secara terpisah, Dirjen Pajak Darmin Nasution menjelaskan, penataan ulang struktur organisasi di tubuh Ditjen Pajak dimulai tahun 2002. Namun, proses itu berjalan lambat dan belum komprehensif.
Percepatan baru terjadi pada 2006-2007 dengan digelarnya modernisasi administrasi perpajakan. "Struktur organisasi dulu berdasarkan jenis pajak, misalnya bagian pajak pertambahan nilai atau bagian pajak penghasilan. Sekarang diganti berdasarkan fungsi, misalnya bagian pelayanan, bagian penagihan, dan bagian pemeriksaan," ujar Darmin.
Dengan begitu, diharapkan masing-masing fungsi dapat berjalan optimal tanpa mengkhawatirkan adanya dampak berkebalikan (trade off) dengan optimalisasi fungsi lain. Hal ini antara lain tampak pada diadakannya petugas account representative yang melayani sejumlah wajib pajak (WP) tertentu. petugas ini memberi pelayanan informasi yang dibutuhkan WP. Sementara penghitungan pajak dilakukan oleh bagian lain, penagihan pun ditangani bagian terpisah.
"Jadi, kalau WP mengalami kesulitan atau ada masalah, mudah pula diketahui siapa yang bertanggung jawab," ujarnya.
Dalam kerangka modernisasi administrasi perpajakan, proses bisnis dijalankan dengan sistem informasi, baik dalam kegiatan internal kantor maupun dalam berurusan dengan WP.
Ditjen Pajak menargetkan akhir tahun ini, modernisasi administrasi perpajakan sudah berjalan di seluruh kantor pajak di Jawa dan Bali. Penempatan pegawai di kantor pajak yang sudah dimodernisasi juga disyaratkan melalui pengujian dan pelatihan. Namun, Darmin tidak menegaskan bagaimana "nasib" pegawai Ditjen Pajak yang tersingkir dari kantor-kantor termodernisasi karena tidak memenuhi kualifikasi.
No comments:
Post a Comment