Monday, June 25, 2007

Mengawal Pendidikan Homeschooling Buat halaman ini dalam format PDF Cetak halaman ini Kirim halaman ini melalui E-mail
Monday, 25 June 2007
Homeschooling (sekolah rumah) kini mulai bermunculan sebagai pendidikan alternatif. Kendati sudah dikenal masyarakat luas, Kota Malang baru akan melaunching sistem sekolah rumah itu akhir bulan ini. Seperti diberitakan sebuah harian lokal (2/6), Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang (Dindik) Kota Malang, Dr H Shofwan SH MSi bahkan telah memberikan jaminan hukum program ini berdasarkan UU No 2/1989 sampai No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam undang-undang tersebut tersirat bahwa seorang anak bisa mengikuti proses belajar mandiri, lalu ikut penyetaraan. Dan tampaknya, banyak peminat di Kota Malang yang siap menerapkan sistem pembelajaran dengan suasana rumah itu. Tentu saja Dindik Kota Malang hanya akan mengakomodir keinginan mereka yang telah memenuhi syarat sebagai penyelenggara homeschooling.

Namun demikian, menurut Shofwan, untuk sementara ini, pembelajaran di rumah hanya akan diberlakukan di Kota Malang masih setingkat SD. Sesungguhnya, pendidikan model ini sudah lama ada di Indonesia. Kalau ditelusuri, biografi para tokoh berpengaruh di masa lalu, mereka pun ditempa lewat pendidikan sistem ini.

Sejumlah tokoh semisal KH Agus Salim, Buya Hamka, Ki Hajar Dewantara, adalah orang-orang yang belajar secara otodidak dan mandiri yang kini lebih dikenal dengan pendidikan model homeschooling. Belakangan, pendidikan ini di tanah air berkembang begitu pesat, meskipun tidak diketahui jumlah pastinya.

Yang jelas, pemerintah telah mengakui sistem proses belajar mandiri. Jika akhir-akhir ini kedengaran marak, itu karena para pembelajar mandiri atau homeschooler sedang memperjuangkan legitimasi kesetaraan lewat ujian nasional (unas). Selain itu, sejak 31 Januari 2007 lalu, Depdiknas bekerja sama dengan PGRI, melakukan sosialisasi program ini ke berbagai kalangan.

Persoalannya, mungkin depdiknas atau disdik yang ada di beberapa wilayah agak sulit mengontrol seluruh penyelenggara yang tersebar, terutama di kota-kota besar. Padahal program wajib belajar bagi anak-anak usia sekolah, selain menjadi tugas orang tua, juga merupakan tanggung jawab negara.

Karena itu, Dindik Kota Malang selaku aparat negara nantinya harus melakukan pengawalan atas komunitas ini, terutama menyangkut kurikulum dan kompetensi pengajarnya.
Karena itulah, Dindik Kota Malang terlebih dahulu perlu menyosialisasikan standar isi kurikulum, jumlah jam pelajaran, dan lain-lain bagi (calon) penyelenggara agar para lulusannya kelak langsung bisa dikonversi ketika ikut ujian kesetaraan. Selain itu, tidak semua orang tua diberi keleluasaan menyelenggarakan.

Kalau perlu, dindik mewajibkan syarat lulus parenting atau melakukan pelatihan cara mengasuh anak bagi orang tua terkait. Sebab, parenting adalah ruh homeschooling. Jika orang tua tidak memahami jiwa anak, dikhawatirkan program ini akan akan membelenggu anak dalam penderitaan.

Oleh Tatik Chusniyati
Pengajar AMFC Universitas Muhammadiyah Malang

No comments: