Saturday, June 30, 2007

Tanaman Pangan
Perlu Rekayasa Sosial

Bogor, Kompas - Guna mencapai swasembada beras dan benih padi secara nasional, pertanian padi dalam negeri bukan saja membutuhkan percepatan inovasi teknologi, tetapi juga rekayasa sosial, yang berbasis pada masyarakat petani itu sendiri.

Karena itu, pendampingan para petani yang saat ini melemah pascaberlakunya otonomi daerah perlu diperkuat lagi. Dengan demikian, para petani andalan dapat diberdayakan untuk memperkuat ketahanan pangan padi.

Demikian terungkap dalam pemaparan Tim Peneliti Padi Institut Pertanian Bogor (IPB) mengenai potensi pengembangan padi secara nasional di Bogor, Jumat (29/6). Tim Peneliti Padi IPB di antaranya menawarkan pengembangan komunitas estat padi yang menggabungkan manajemen pengelolaan sawah yang berbasis pada petani itu sendiri.

Menurut Aris Munandar, Wakil Dekan Fakultas Pertanian IPB yang juga anggota tim tersebut, untuk membangun komunitas estat padi sehingga areal sawah yang dikelola dalam satu manajemen bisa mencapai 200-250 hektar, petani perlu diberdayakan. Dengan cara ini, mereka tetap terlibat dan mendapat keuntungan lebih baik daripada mengelola padi secara sendiri-sendiri yang umumnya memiliki lahan sekitar 0,3 hektar.

"Rekayasa sosial dalam pengelolaan sawah para petani itu akan dilakukan tahun depan di wilayah Majalengka, Sumedang, Cianjur, dan Sukabumi. Petani akan didampingi dalam mengimplementasikan inovasi teknologi, termasuk penggunaan benih unggul," kata Aris.

Dalam menciptakan ketahanan pangan, Indonesia sebenarnya sudah memiliki teknologi pertanian. Kesiapan sumber daya manusia bisa ditingkatkan dengan pendampingan dan penyuluhan. "Tetapi political will dari pemerintah sendiri masih lemah untuk menjadikan pertanian sebagai kekuatan ekonomi bangsa. Kebijakan yang diambil sering kali melukai para pihak yang berkomitmen mendukung pencapaian revitalisasi pertanian untuk kemajuan bangsa. Ini bisa terlihat dari rencana impor benih padi hibrida dari China. Padahal, para peneliti sudah berhasil menemukan banyak varietas padi hibrida yang lebih cocok untuk ditanam di sini," jelas Aris.

Wakil Rektor Bidang Akademik IPB MA Chozin mengatakan, ketahanan pangan Indonesia memerlukan komitmen serius untuk tidak hanya mengandalkan pada satu komoditas pangan, misalnya beras saja. Selain itu, jika berbicara padi, pengembangannya perlu dilakukan di lahan kering.

"Pengembangan padi gogo yang sebenarnya bisa memperlengkapi pengembangan padi sekarang perlu dihidupkan lagi," ujar Chozin. IPB terus mengembangkan riset padi varietas unggul tipe baru. (ELN)

No comments: