UU Praktik Kedokteran
Dokter Tidak Lagi Dikriminalkan
Jakarta, Kompas - Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para dokter untuk meniadakan hukuman penjara. Pelanggaran administratif praktik kedokteran hanya diancam sanksi denda.
Putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang terdiri dari sembilan orang dan diketuai Jimly Asshiddiqie itu dibacakan pada sidang, Selasa (19/6) di Jakarta.
Majelis hakim menyatakan, ketentuan hukuman penjara pada Pasal 75 Ayat (1) tentang melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi, Pasal 76 tentang melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik, dan Pasal 79 tentang dokter atau dokter gigi yang tidak memasang papan nama, tidak membuat rekam medis atau tidak memenuhi kewajiban termasuk menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sanksi itu dinilai menimbulkan rasa tidak aman bagi dokter serta merugikan masyarakat. Karena itu, sanksi pidana itu dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Adapun permohonan untuk meniadakan pembatasan jumlah tempat praktik tidak dikabulkan. Namun, dalam putusan itu hakim Maruarar Siahaan dan Harjono mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). Kedua hakim setuju untuk mengabulkan semua permohonan.
Alasannya, pembatasan tempat praktik untuk menjaga kesehatan fisik dan mental dokter sehingga mampu memberikan pelayanan yang baik berangkat dari asumsi keliru dan terbatas pada kota besar. Variasi kondisi wilayah Indonesia perlu diperhitungkan. Untuk itu, perlu ada ruang pengecualian bagi kondisi wilayah dan kebutuhan spesialisasi keahlian tertentu.
Sebagaimana diketahui, enam dokter, yaitu Anny Isfandyarie Sarwono, Pranawa, Padmo Santjojo, Bambang Tutuko, Chamim, dan Rama Tjandra, mengajukan permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam UU tentang Praktik Kedokteran karena dinilai mengkriminalkan dokter.
Menurut mereka, pelanggaran administratif seharusnya diberi sanksi administratif. Selain itu pembatasan jumlah tempat praktik dinilai merugikan masyarakat terutama di daerah yang jumlah dokternya tidak mencukupi, karena akses terhadap pelayanan kesehatan berkurang.
Terhadap putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi, Anny menyatakan lebih setuju pendapat para hakim yang berbeda pendapat. "Secara hukum dan hati nurani lebih logis," ujarnya. (ATK)
No comments:
Post a Comment