Tuesday, June 19, 2007

RP 100 Miliar untuk Politeknik Baru
Jawa Pos / Anita


Geliat Pemerintah Mewujudkan Kembali Rencana Penambahan Lembaga Penidikan Kejuruan
Penambahan politeknik yang sempat macet pada 1997 mulai digarap lagi oleh pemerintah. Meminta bantuan pemerintah daerah, politeknik baru bakal difokuskan pada potensi daerah. Lembaga pendidikan ini diharapkan menjadi jenjang pendidikan berkelanjutan bagi lulusan SMK.

SALAH satu faktor yang membuat Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara tetangga adalah macetnya pergerakan lingkaran perguruan tinggi, industri, dan pendidikan kejuruan (vocational). Padahal, lingkaran tiga komponen itulah yang bisa menciptakan, mengaplikasikan, serta menjaga kesinambungan teknologi.

Menurut Nonot Harsono, dosen senior Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS)-Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Pergerakan tiga komponen itu selalu dijalankan di negara-negara maju. Kepedulian negara tetangga terhadap hal tersebut juga sudah mulai tampak.

"Di negara-negara maju, lingkaran itu bekerja saling mendukung. Lulusan universitas menciptakan teknologi, industri membuat prototipe dan menerapkannya, sedangkan tenaga ahli menjaga keberlangsunggannya," tutur mantan wakil direktur PENS itu.

Menurut Nonot, lingkaran itu tak jalan di tanah air lantaran keseimbangannya tidak terjaga. "Banyaknya jumlah lulusan perguruan tinggi, bertambahnya industri, dan sedikitnya tenaga ahli membuat lingkaran macet. Kondisi itu jelas tidak bisa menjawab kebutuhan tenaga kerja," tuturnya.

Sedikit mengupas kategori tenaga kerja, Nonot mengambarkannya sebagai piramida yang terbagi menjadi tiga bagian. Paling atas adalah perguruan tinggi, diikuti tengah ahli terampil, dan paling bawah adalah level buruh yang rata-rata diisi lulusan SMP, SMA, dan SMK.

Bagian pertama, lanjut Nonot, seharusnya memiliki porsi paling kecil di antara dua yang lain. Mereka adalah orang-orang pintar yang memiliki ide brilian. "Di Indonesia malah terbalik. Justru mereka yang menjejali ruang dalam piramida tenaga kerja. Buktinya, banyak juga sarjana yang menganggur," katanya.

Dalam tataran ideal, lanjut nonot, lapis kedua (tenaga ahli yang berasal dari pendidikan kejuruan lanjutan atau politeknik) memiliki ruang yang lebih besar. Mereka biasanya disebut supervisi di berbagai perusahaan atau pekerja di bidang maintenance. Angka ini akan terus bertambah seiring perkembangan dunia industri. "Sampai saat ini, banyak ruang di lapis ini yang belum terisi," sambungnya.

Nonot mengatakan, APK (angka partisipasi kasar) SMA sampai saat ini masih berkisar 56,22 persen. Dari angka tersebut, hanya 16, 7 persen yang mampu melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Rata-rata memilih universitas sebagai tujuan utamanya. "Padahal, saat ini pasar lebih banyak membutuhkan tenaga terampil," sambung dosen yang sudah mengajar di PENS-ITS sejak 1988 itu.

Salah satu jalan untuk menjawab kebutuhan itu, kata Nonot, adalah dengan menambah jumlah politeknik. Pemerintah sebenarnya sudah menyadari fenomena itu sejak dekade lalu. Usaha penambahan politeknik negeri baru pun sudah direncanakan. "Pada sekitar 1994 atau 1995, pemerintah mencanangkan penambahan 155 politeknik baru hingga 2010. Apa boleh dikata, rencana tersebut macet gara-gara krisis moneter menghantam perekonomian negara," sambungnya.

Kini, pemerintah merasa telah mempu bangkit untuk mewujudkan kembali rencana tersebut. Menurut Direktur PENS-ITS Titon Dutono, sekitar delapan hingga sembilan politeknik baru bakal dibangun. "Kalau saat ini baru ada 26 politeknik negeri," ujarnya.

Terkait rencana penambahan tersebut, Direktorat Pembinaan Akademik telah menunjuk tiga politeknik, yakni PENS-ITS, Politeknik Negeri Bandung, dan Politeknik Manufaktur Bandung sebagai pembina dan pendamping politeknik baru. Pendampingan itu sedikitnya dilakukan dalam tiga tahun ke depan. "Lokasi dan nama politeknik baru masih belum bisa diungkapkan. Semuanya menunggu pengesahan DPR," kata pria 46 tahun itu.

Politeknik negeri tambahan nanti tak hanya digarap pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga mendapat peran penting. Menurut Titon, dana terbesar pembangunan politeknik baru bakal disuntikkan oleh pemerintah daerah. Estimasi dana yang dibutuhkan untuk satu poluteknik sekitar Rp 100 miliar. "Pusat hanya bisa membantu Rp 35 miliar saja, sisanya sekitar Rp 65 miliar. Itulah yang harus ditanggung daerah," katanya.

Oleh karena itu, politeknik negeri baru nanti bakal diatasnamakan pemerintah daerah. Politeknik bakal didesain mengikuti potensi lokal. Sehingga dimungkinkan antara satu politeknik dengan yang lain berbeda jurusannya. "Potensi lokal yang menjadi acuan. Kami berharap setiap politeknik bisa memanfaatkan dan mengembangkannya," tegasnya.

Jika penambahan politeknik sukses dan semakin banyak mahasiswa yang terjaring, maka kebutuhan tenaga kerja terampil bakal terpenuhi. "Kami optimistis kebutuhan akan terjawab," katanya.

Misi lain dari rencana penambahan politeknik adalah pendidikan berkelanjutan bagi lulusan SMK. Sebab, selama ini banyak di antara mereka yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka ingin mengasah ketrampilannya kembali agar memiliki posisi yang lebih baik ketika terjun ke dunia kerja. "Politeknik bisa jadi jawabannya, Ini seiring dengan penambahan SMK oleh pemerintah," katanya. (anita rachman)

No comments: